Tandaseru — Pemerintah Kota Ternate memediasi penyelesaian sengketa lahan di kelurahan Ubo Ubo. Langkah ini dilakukan menyusul somasi kedua yang dilayangkan Polda Maluku Utara terhadap ratusan warga yang menempati lahan milik Polri.
Somasi tersebut memberi tenggat waktu 60 hari bagi warga untuk mengosongkan lahan. Hal ini berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 3 Tahun 2006 atas nama Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Brimob yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maluku Utara.
Sekretaris Daerah Ternate Rizal Marsaoly mengatakan pertemuan yang digelar di mapolda Malut pada Senin (2/6/2025) bertujuan memfasilitasi dialog antara perwakilan warga Ubo Ubo dengan Polda.
“Pemkot hadir sebagai mediator untuk mencari jalan keluar terbaik. Kami juga menghadirkan pihak Pertanahan dan PPN kota guna menjelaskan kronologis sertifikat tersebut,” ujar Rizal kepada wartawan.
Rizal menyebutkan, berdasarkan arahan wali kota, pihaknya meminta waktu kepada Kapolda hingga pertengahan Juni sembari menunggu kepulangan wali kota dari ibadah haji di Tanah Suci.
Ia juga mengapresiasi Polda karena merespons permintaan pertemuan yang sebelumnya telah diajukan Pemkot pada Jumat pekan lalu.
“Artinya, Kapolda membuka ruang komunikasi dan bersedia mencari solusi bersama,” ucap Rizal.
Menurutnya, Polda Malut menawarkan dua opsi kepada warga Ubo Ubo. Pertama, jika warga merasa memiliki hak atas tanah tersebut, dapat menempuh jalur hukum melalui gugatan perdata di pengadilan. Kedua, dilakukan mekanisme tukar guling (ruilslag) dengan aset pemerintah yang nilainya setara.
“Dua opsi ini akan kami laporkan ke wali kota untuk diputuskan lebih lanjut. Jika tukar guling dipilih, maka tim appraisal akan menghitung nilai aset sebagai dasar pertimbangan,” jelas Rizal.
Ia menambahkan, ada sekitar 167 kepala keluarga yang menempati lahan seluas 4,5 hektare di Ubo Ubo. Pemerintah juga akan menghitung nilai aset pemkot yang sebelumnya telah dihibahkan ke Polda Malut sebagai bahan pertimbangan dalam proses ruilslag.
“Kami minta warga tetap tenang. Somasi ini bukan bentuk tekanan, melainkan bagian dari proses komunikasi formal,” tandasnya.
Sementara itu, Kapolda Malut Irjen Pol Waris Agono menegaskan, dua opsi penyelesaian telah disampaikan secara terbuka dalam pertemuan tersebut.
“Kalau warga merasa punya hak, silakan gugat ke pengadilan. Itu nanti diuji secara hukum siapa yang berhak. Kalau pilih tukar guling, maka nilainya harus setara dan disetujui Menteri Keuangan serta DPR RI,” ujar Waris.
Jenderal bintang dua itu menambahkan, usulan tukar guling akan diajukan terlebih dahulu ke Kapolri, mengingat nilai lahan yang disengketakan diperkirakan di atas Rp 10 miliar. Persetujuan akhir akan ditentukan oleh kementerian terkait dan DPR RI.
“Sekarang tinggal siapa yang siapkan aset pengganti, pemprov atau pemkot? Itu juga jadi pertimbangan,” pungkas Waris.
Tinggalkan Balasan