Tandaseru — Mahasiswa Program Studi Biologi Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA) menyelenggarakan sebuah acara unik bertajuk Pesta Cendawan, dengan subtema Myco Art Exhibition, yang digelar di Gedung Alawiyah, Kampus UIA, Jatiwaringin, Kota Bekasi. Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek tugas mata kuliah Mikologi dan dirancang sebagai ajang edukasi sekaligus ekspresi kreatif mahasiswa dalam menyampaikan pengetahuan ilmiah tentang jamur melalui media seni.

Acara ini menampilkan beragam karya bertema jamur yang mencakup kuliner inovatif, seni rupa, permainan edukatif, hingga video informasi ilmiah. Melalui pendekatan yang kreatif dan komunikatif, mahasiswa berhasil menghadirkan informasi mikologi dalam bentuk yang menarik, mudah dipahami, dan aplikatif bagi masyarakat umum.

Salah satu sorotan utama dari kegiatan ini adalah Myco Art Exhibition, sebuah pameran seni yang menampilkan perpaduan estetika visual dengan dunia mikologi. Berbagai karya seperti lukisan jamur, lampu hias berbentuk jamur, dan miniatur jamur tampil mencolok sebagai wujud kreatifitas yang menggambarkan bentuk, warna, serta keunikan morfologi jamur. Pameran ini menjadi ruang interaktif yang tidak hanya menonjolkan kreativitas mahasiswa, tetapi juga memperkenalkan peran jamur dalam ekosistem dan potensi artistiknya dalam kehidupan dan lingkungan.

Di antara banyak inspirasi seni, jamur Amanita muscaria menjadi bintang utama. Jamur ikonik dengan tudung merah terang dan bintik putih ini kerap muncul dalam cerita rakyat dan visual budaya pop sebagai simbol keajaiban dan misteri. Meskipun beracun dan mengandung senyawa psikoaktif, A. muscaria dipilih karena daya tarik visualnya yang kuat, menjadikannya objek seni yang menarik dan simbolis, bukan konsumtif.

Menariknya, karya-karya yang ditampilkan tidak dibuat dengan bahan mahal. Mahasiswa menggunakan bahan sederhana seperti tisu toilet, lem fox, kardus, dan kertas HVS untuk membentuk instalasi seni yang menyerupai jamur secara detail dan presisi. Untuk membuat lampu hias jamur, misalnya, tisu basah dicampur lem lalu dibentuk di atas balon sebagai cetakan tudung. Sementara miniatur jamur dibentuk mengikuti struktur tubuh jamur Amanita dan dicat menggunakan cat akrilik. Bahkan, properti berupa topi jamur dibuat dari kardus bekas yang dirakit dan dicat sedemikian rupa hingga menyerupai jamur asli.

Untuk membuat lukisan jamur, sketsa dibuat terlebih dahulu diatas kanvas lalu dilukis menggunakan cat akrilik. Sedangkan pada lampu hias jamur, tisu dibasahi dan dicampur dengan lem, lalu dibentuk menggunakan balon agar menyerupai tudung jamur berbentuk setengah bola. Pada miniatur jamur, proses serupa diterapkan dengan membentuk bagian tubuh jamur sesuai struktur aslinya, yang kemudian dicat menggunakan cat akrilik. Sementara itu, topi berbentuk jamur terbuat dari rangkaian kardus bekas dan dilapisi dengan kertas HVS yang kemudian di cat menggunakan cat akrilik. Semua karya tersebut memperlihatkan bagaimana unsur biologi dapat dikemas secara kreatif menjadi bentuk seni yang memukau dan edukatif.

“Karena saya belum punya latar belakang seni rupa, awalnya saya sempat ragu apakah ide ini bisa diterima. Tapi seiring proses, saya justru mulai belajar melihat keindahan dari bentuk jamur itu sendiri—mulai dari tekstur miselium sampai pola spora yang menakjubkan jika dilihat mikroskop. Tantangannya justru menjadi pengalaman yang membuka mata saya bahwa seni bisa hadir dari mana saja, termasuk dari sains,” ujar Cinta, salah satu mahasiswi pembuat pameran Myco Art Exhibition.

Melalui karya-karya ini, para mahasiswa menunjukkan bahwa biologi tidak melulu soal teori, melainkan dapat disulap menjadi media artistik yang inspiratif dan edukatif. Pesta Cendawan menjadi bukti nyata bahwa ilmu sains dapat bersanding dengan estetika, memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan sekaligus membangun kesadaran ekologis di tengah masyarakat.

Sahril Abdullah
Editor
Sahril Abdullah
Reporter