Tandaseru — Anggota DPD RI daerah pemilihan Provinsi Maluku Utara, Dr. R. Graal Taliawo, S.Sos., M.Si, mengidentifikasi tiga persoalan penting saat melakukan reses di sejumlah wilayah Malut, Desember 2024.

Tiga persoalan yang ditemukan maupun disuarakan warga itu adalah soal transportasi publik darat maupun laut, marka jalan di jalan lintas Halmahera, hingga isu Daerah Otonomi Baru (DOB) Sofifi.

Graal dalam pertemuan dengan awak media, Jumat (20/12/2024) malam di Kota Ternate mengungkapkan, selama ini transportasi publik yang beroperasi di daratan Halmahera, belum betul-betul diintervensi atau tersentuh oleh negara.

“Jadi di daratan Halmahera ini swasta semua yang bergerak, tapi negara itu belum menyediakan sampai hari ini, dan itu masalah sebenarnya. Sebab transportasi itu mencakup hajat hidup orang banyak dan seharusnya negara dominan,” ujar Graal.

Ia menjelaskan, pemerintah harus mengajak pihak swasta untuk berkolaborasi, sehingga dapat menyediakan transportasi publik yang layak dan memadai.

“Ini yang saya temukan di lapangan. Tata kelola transportasi publik kita belum termanajemen dengan baik. Tempat penghentian terminal juga kita nggak punya. Kalau kita perhatikan semua daratan Halmahera, lalu trayek belum disediakan dan belum ada regulasinya, ini yang kemudian membuat ada konflik-konflik di bawah, antar Organda, itu akibat daripada tata kelola ini yang belum jalan,” jelasnya.

Begitu pula dengan transportasi laut yang masih membutuhkan perhatian serius. Fasilitas dan pelayanan armada yang tersedia saat ini harus ditingkatkan lagi dan dapat memberikan rasa nyaman serta aman bagi masyarakat yang menggunakannya.

“Ya kalau kita berbicara hak warga negara untuk mendapatkan transportasi publik yang layak, aman, dan nyaman, maka kita masih harus dorong ke depan. Mungkin kita menganggap ini biasa saja karena kita sudah terlalu lama dengan situasi ini,” tuturnya.

Graal berkomitmen mengupayakan perbaikan tata kelola transportasi publik di Maluku Utara.

“Kita perlu ada strategi yang lebih komprehensif, yang transformatif. Bukan upaya yang radikal, tapi secara pelan-pelan, supaya ada perbaikan secara menyeluruh,” jelasnya.

Ia menegaskan, upaya perbaikan tata kelola transportasi publik harus berjalan tanpa menyingkirkan masyarakat yang sudah bergantung pada usaha transportasi, baik di darat maupun laut.

Pria kelahiran Wayaua, Halmahera Selatan, ini juga menyoroti perihal marka jalan dan penanda di jalan nasional. Selama ia berkeliling di Halmahera, ia melihat banyak titik jalan yang kekurangan marka serta penanda jalan.

“Saya lihat kita di jalan nasional, marka jalan, penanda-penanda, depan tikungan atau mau naik gunung terbatas sekali. Kemarin saya lihat ada bapak-bapak dan anaknya yang hampir jatuh di jurang, dan itu sangat berbahaya. Mesti ada penanda di situ, tanda kecepatannya, belum lagi lampu jalan, dan trotoar di permukiman,” ungkapnya.

Masalah itu penting untuk diseriusi karena berurusan dengan keselamatan pengguna jalan. Ia pun sudah menyampaikan ke instansi vertikal yang memiliki kewenangan atas hal tersebut.

Selain itu, kata Graal, yang tak kalah penting adalah aspirasi warga mengenai DOB Sofifi. Aspirasi ini berkali-kali ia temukan ketika mendatangi wilayah Oba, Tidore Kepulauan. Meski DOB bukan menjadi wilayahnya di Komite II, dan merupakan domain Komite I, bagi Graal penting untuk tetap menjadi perhatiannya.

“Itu menandakan bahwa ada kebutuhan soal pembicaraan DOB Sofifi. Nah memang itu isu lama, tapi mereka (masyarakat) selalu bertanya. Saya kemudian melihat data-data, jadi saya sampaikan, kalau memang secara administratif kita mau itu jadi DOB, maka kita harus siapkan syarat-syarat administratifnya,” tuturnya.

Syarat-syarat itu pun harus dapat memastikan berapa jumlah kecamatan yang harus masuk, kemudian rekomendasi DPRD dan wali kota Tidore Kepulauan.

“Saya sendiri dalam posisi mendukung penuh. DOB ini kan jawaban atas pelayanan publik yang dilakukan untuk warga, jadi tidak mungkin saya tidak mendukung,” pungkas Graal.

Ika Fuji Rahayu
Editor
Ika Fuji Rahayu
Reporter