Tandaseru — Jaringan Konservasi Halmahera (JKH) menggelar diskusi akhir tahun dengan tajuk “Membangun Ekonomi Berkelanjutan dengan Menjaga Sumber Daya Air di Halmahera Tengah”.

Diskusi yang lahir dari perenungan panjang tentang masa depan pembangunan Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, itu berlangsung di kafe Kamari di desa fidi Jaya, Kecamatan Weda, Rabu (18/12/2024) malam.

Halmahera Tengah beberapa tahun terakhir menjadi daerah yang terus dipersoalkan di ruang publik. Sebab persoalannya yang kompleks, di antaranya pertumbuhan ekonomi yang naik cukup signifikan dan deretan kerusakan lingkungan yang sulit diatasi. Salah satunya persoalan ketersediaan air yang semakin berkurang di tengah pertumbuhan penduduk yang semakin banyak.

JKH melalui kajian internal menginisiasi satu forum terbuka dengan menghadirkan narasumber Kepala Badan Administrasi Pembangunan Abubakar Ibrahim, Kepala Badan Pusat Statistika Halteng Ahmad Abdurrahman, dan Direktur JKH Ubaidi Abdul Halim.

Diskusi diawali dengan penyampaian dari Ahmad yang menyatakan Halmahera Tengah menjadi daerah yang cukup berkembang. Pada tahun 2020 hingga 2021 merupakan tahun-tahun di mana ekonomi Halmahera Tengah melejit naik tinggi melambungi pertumbuhan ekonomi daerah lain.

Pertumbuhan ekonomi tersebut ditandai dengan masifnya pengelolaan industri pengolahan, pertambangan, penggalian dan perdagangan. Jauh sebelumnya, pertanian menjadi salah satu sumber pendapatan yang ekonominya berjalan biasa-biasa saja.

Halmahera Tengah juga memiliki keistimewaan, karena belakangan terus dikunjungi penduduk dari berbagai daerah. Padahal daerah seperti Halmahera Selatan dan Halmahera Utara juga memiliki industri pertambangan, tetapi data menunjukkan penduduk daerah lain justru lebih memilih mencari hidup di Halmahera Tengah.

“Ini juga menjadi salah satu sebab lajunya pertumbuhan ekonomi Hamahera Tengah,” paparnya.

Di tengah laju pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh pertambangan, di sisi lain terdapat dampak negatif yang cukup besar, seperti limbah tambang yang mencemari air sungai yang ada di kota Weda, Weda Tengah dan sebagian kecil di Weda Utara.

“Sehingga hal ini dibutuhkan kerja sama antarinstansi dan semua kalangan untuk sama sama membuat maping dan penataan pembangunan ekonomi Halteng yang berkelanjutan,” katanya.

Hadir dengan perspektif yang berbeda, Abubakar Ibrahim memaparkan seputar kontribusi CSR pada pertumbuhan ekonomi Halmahera Tengah.

Menurutnya, CSR memiliki fungsi sosial dan fungsi lingkungan. Berbeda dengan PPM yang memilik fungsi cukup luas, seperti pendidikan, kesehatan, sosial budaya, kemandirian ekonomi, pembentukan kelembagaan komunitas masyarakat, pekerjaan dan pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Program ini merupakan program pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dan harmonisasi lingkungan hidup yang berkelanjutan.

“Kami pemerintah daerah memiliki komitmen untuk memastikan pengelolaan CSR dan PPM bisa terealisasi secara masif dan tepat sasaran,” ujarnya.

Misalnya dalam aspek regulasi, pemerintah daerah tengah memproses penyusunan regulasi untuk memastikan PPM perusahaan terealisasi secara baik kepada masyarakat.

“Bahwa regulasi ini disusun dalam rangka membuat dasar hukum sebagai dasar masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya sebagai masyarakat yang berhak mendapatkan program tersebut. Pemda juga akan membantu membangun koordinasi dan komunikasi apapun bentuknya dalam rangka memastikan hak-hak masyarakat Halmahera Tengah. Selain itu pemda akan menjalankan peran sebagai penggerak, sebagai contoh memberikan bantuan kepada civil society yang menjalankan program yang memiliki keterhubungan dengan pemberdayaan program tersebut,” paparnya.

“Untuk itulah pemda sekarang jujur bahwa perusahaan cukup menganggap enteng posisi pemerintah daerah, sehingga kami membutuhkan kerja sama dari semua pihak agar sama-sama bersuara terkait dengan persoalan PPM,” sambung Abubakar.

Menurutnya, persoalan lingkungan yang terjadi di Weda Tengah formatnya harus melalui perusahaan yang sudah beroperasi, dalam hal perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pembagian tugas untuk mengeroyok kerusakan lingkungan dengan membangun saluran-saluran sungai di beberapa titik yang sensitif. Ia bilang, hal ini bisa teratasi dengan mudah, tetapi nyatanya perusahaan justru abai dengan tanggung jawab sosial dan tanggung jawab lingkungannya.

“Tembok pertahanan Halmahera Tengah hanya ada pada rencana tata ruang. Ini yang harus diperjuangkan oleh semua kalangan khususnya pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan. Tetapi masalahnya sekarang adalah persoalan perizinan satu pintu dari pusat sehingga membuat pemerintah daerah lemah dalam mengambil kebijakan,” terangnya.

Pada sesi terakhir, Ubaidi Abdul Halim menguak beberapa data kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pertambangan. Halmahera Tengah dalam data ESDM memiliki 66 IUP yang sudah terferivikasi. Menurutnya, sebab utama yang membuat kerusakan hutan secara brutal itu berasal dari pertambangan.

“Tidak hanya itu, air juga mengalami keruh yang cukup dahsyat. Bahkan Ada delapan anak sungai yang telah hilang di daerah industri,” bebernya.

Kerusakan tersebut dikarenakan tidak ada titik temu kebijakan antara sosial, ekonomi dan lingkungan. Harusnya, sambung Ubaidi, lingkungan, sosial dan ekonomi harus berjalan seiringan.

“Kami tidak menolak investasi, tetapi pengelolaan investasi harus lebih memiliki etika, melihat persoalan sosial lingkungan yang cukup memiliki daya rusak,” ujarnya.

Ubaidi bilang, luas hutan Halmahera juga berkurang secara signifikan dari 12 tahun terakhir yang diakibatkan oleh penebangan hutan dan penutupan arah sungai.

Dalam data Global Forest Watch, Halmahera Tengah sejak 2001-2023 kehilangan 27,9 hektare tutupan pohon.

“Melalui data-data kerusakan di atas, 5 tahun yang akan datang, kita menghadapi tantangan krisis air yang sangat luar biasa. Saya memberikan solusi dan beberapa rekomendasi di antaranya rehabilitasi hutan dan penanaman kembali, pengawasan terhadap aktivitas penambangan ilegal, peningkatan infrastruktur pengelolaan air embung, irigasi dan lain-lain, serta penguatan hukum dan edukasi masyarakat,” tandasnya.

Sahril Abdullah
Editor
Sumarno Abdullah
Reporter