Oleh: Ahmad Yani Abdurrahman
_______
PLT Gubernur Maluku Utara Al Yasin Ali dalam dalam beberapa pekan ini menjadi trending topic media online maupun media cetak di Maluku Utara. Penyebabnya, Acim, panggilan Plt Gubernur Malut, melakukan rotasi dan mutasi sejumlah Pejabat Tinggi Pratama Pemprov yang dikenal sebagai loyalis AGK. Terakhir Abah Acim mencopot Sekprov Syamsudin Abdul Kadir dan berpolemik dengan Prof Husen Alting, Ketua Pansel PJTP. Abah menuding Pansel melakukan tindakan nepotisme dengan tidak meloloskan orang dekatnya dalam seleksi PJT.
Semenjak Pemprov Malut ditinggal sang nakhoda AGK karena terlilit kasus korupsi, sebagai Wakil Gubernur Abah Acim lah yang melanjutkan roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Meskipun diterpa sejumlah masalah di tengah carut marut tata kelola pemerintahan Provinsi Maluku Utara, publik menaruh harapan besar di pundak Plt Gubernur untuk mengatasi beragam masalah yang melilit pemerintahan provinsi paling bahagia di Indonesia
Tunggakan hutang pihak ketiga, amburadulnya tata kelola keuangan daerah yang ditandai dengan lambat nya pengesahan APBD, belum terbayarnya hak-hak tenaga kesehatan dan guru hononer merupakan sederetan masalah yang menjadi tanggung jawab Plt Gubernur untuk mengatasinya.
Ironisnya, ketika mendapat mandat melaksanakan tugas Plt Gubernur Al Yasin Ali justru lebih fokus mengurus pergantian pejabat ketimbang menyelesaikan masalah pemerintahan tersebut. Mereka yang dinilai sebagai loyalis AGK “dibabat” habis meski harus menabrak mekanisme dan prosedur pengangkatan dan pemberhentian pejabat. Buntutnya BKN maupun KASN memerintahkan Plt Gubernur Malut agar mengembalikan pejabat yang telah di mutasi pada jabatan sebelumnya. Dari fenomena ini publik mempertanyakan mengapa Plt Gubernur terkesan lebih “bersemangat” menyisir pimpinan OPD bentukan AGK dari pada menyelesaikan masalah penting lainnya.
Sudah menjadi rahasia umum hubungan AGK dan Al Yasin Ali, mengalami keretakan semenjak mereka dilantik. Pasangan Gubernur dan Wagub ini bahkan tanpa rasa malu mempertontonkan konflik di hadapan masyarakat. Berbagai studi menemukan penyebab disharmonisasi kepala daerah dan wakil kepala daerah secara umum terjadi karena problem hukum menyangkut kewenangan, intervensi partai pengusung, masalah keuangan dan pola komunikasi yang dibangun dalam organisasi.
Dalam hubungan kepala daerah dan wakilnya masalah dimaksud sulit dihindari namun bisa diminimalisir dengan pola komunikasi yang efektif dalam organisasi. Sebagai manajer pemerintahan, AGK lah yang harus berinisiasi menjalin komunikasi secara internal maupun eksternal demi mencapai tujuan organisasi, bukan sebaliknya menciptakan polarisasi atau friksi. Kegagalan dalam pola komunikasi menimbulkan dikotomi pejabat Pemprov dengan istilah “orang” AGK dan Abah Acim. Polemik Abah Acim dengan Pansel PJT Pratama juga memberi isyarat bahwa Plt Gubernur gagal membangun komunikasi dengan pihak eskternal sehinggaa pejabat titipan Abah Acim gagal. Sesuatu yang jarang terjadi dalam seleksi pejabat pemerintah saat ini.
Tinggalkan Balasan