Oleh: dr. Aryandhito Widhi Nugroho, Ph.D., Sp.BS

_______

BANGSA yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah. Petuah Bung Karno ini masih sangat relevan bahkan hingga kini. Dengan berjalannya waktu, sejarah bisa saja dianggap sebagai sesuatu yang samar, tidak jelas, atau bahkan dilupakan oleh generasi yang datang setelahnya.

Melalui catatan kecil ini, penulis sebagai seorang ahli bedah saraf yang telah melayani seorang diri di Maluku Utara selama 2,5 tahun (2021-2023), ingin sejenak menuturkan tentang sejarah pelayanan bedah saraf di bumi Moloku Kie Raha, dengan harapan agar para pembaca yang budiman, khususnya generasi penerus, memahami kebenaran yang hakiki dan dapat memberi penghormatan yang layak kepada para perintis dan pendahulu yang telah susah payah berjuang demi terciptanya keadilan sosial di bidang kesehatan di provinsi ini.

Jejak Awal

Jejak awal pelayanan bedah saraf di Maluku Utara dicetak oleh Prof. dr. R.M. Padmosantjojo, Sp.BS(K), seorang guru besar Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang melakukan tatalaksana operasi terhadap penderita meningoensefalokel anterior pada tahun 1993.

Kelainan ini bersifat bawaan lahir, di mana tulang tengkorak bagian depan tidak terbentuk sempurna, sehingga terdapat selaput otak jaringan dan otak yang menonjol keluar di dahi. Sejarah mencatat bahwa ini merupakan operasi bedah saraf pertama yang dilakukan di bumi Maluku Utara.

Profesor Padmo memenuhi undangan Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Utara atas inisiasi dr. Junus Petonengan, Sp.B, ahli bedah senior RSUD Ternate (cikal bakal RSUD dr. H. Chasan Boesoirie Ternate).

Pada saat itu, operasi otak merupakan sesuatu yang langka, sehingga hal ini sangat menarik animo masyarakat Maluku Utara, khususnya masyarakat Ternate. Signifikansi pencapaian yang terjadi dapat tergambar dengan fakta bahwa jalannya operasi disiarkan langsung melalui layar televisi di kamar operasi dan disaksikan langsung oleh khalayak ramai.