Tandaseru — Direktur Utama PT Jati Luhur Gemilang yang juga pemilik Jatiland Mall, JL alias Johnny digugat salah satu penyewa tokonya, Edi Rahman. Johnny diperkarakan lantaran diduga telah melanggar perjanjian kerja sama soal sewa bangunan toko.

Ketua Tim Kuasa Hukum Edi Arman, Bahtiar Husni dalam siaran persnya mengungkapkan, gugatan tersebut terkait dengan pemilik toko Istana Sepatu yang berkedudukan di Gedung Jatiland Mall, Kelurahan Gamalama, Kecamatan Kota Ternate Tengah. Berdasarkan surat kesepakatan sewa menyewa, Edi sejak 2009 lalu telah menyewa toko, gudang dan dua lapak/los dalam pusat perbelanjaan Jatiland Mall. Edi menempati toko, gudang dan dua lapak milik Johnny atas dasar perpanjangan kesepakatan sewa menyewa.

“Gugatan perbuatan melawan hukum telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Ternate dengan Nomor 45/Pdt.G/2020/PN Tte tanggal 16 September 2020,” katanya, Kamis (17/9).

Ia bilang, kesepakatan sewa menyewa itu tertuang dalam surat perpanjangan kesepakatan sewa menyewa I-Land Sepatu (Istana Sepatu) 13 Mei 2016 yang berada pada lantai satu dengan luas ruangan kurang lebih 90.9 m² unit Nomor: FF-08, FF 09 dengan masa sewa 3 tahun terhitung 24 Juni 2016 s/d 23 Juli 2019 dengan harga sewa sebesar Rp 490.860.000. Selain toko, ruangan gudang juga dilakukan perpanjangan 24 Oktober 2016 yang berada pada lantai dasar samping tangga darurat dengan masa kontrak 3 tahun terhitung September 2016 s/d September 2019 dengan nilai sewa sebesar Rp 90 juta.

“Sementara perpanjangan sewa menyewa lapak los di depan Istana Sepatu 19 Maret 2019 berada di lantai satu dengan luas ruangan 4 m² x 4 Unit dengan masa sewa 3 tahun terhitung September 2019 s/d 1 Agustus 2022 dengan harga sewa Rp 576.000.000,” ujarnya.

Bahkan, kata dia, sementara perpanjangan kontrak kesepakatan sewa menyewa lapak los di depan Gramedia 19 Maret 2019 berada di lantai satu dengan luas 25.11 m² dengan masa sewa 3 tahun terhitung 2 Agustus 2019 s/d 2020 dengan harga sewa sebesar Rp 225.990.000. Sejak surat perpanjangan kesepakatan sewa menyewa atas empat objek sewa menyewa ditandatangani oleh Penggugat dan Tergugat, maka Penggugat telah melaksanakan kewajibannya untuk membayar biaya sewa sebagaimana yang tertuang dalam surat perpanjangan kesepakatan sewa menyewa.

“Benar surat perjanjian itu berakhir pada 23 Juli 2019 dan akhir September 2019. Sedangkan ada dua objek yang masa berakhir pada 2022,” cetusnya.

Bahtiar menuturkan, Penggugat menemui Tergugat menanyakan perihal perpanjangan masa sewa posita 3.1 dan 3.2. Namun, pihak Tergugat mengatakan bahwa proses perpanjangan kesepakatan sewa menyewa sudah secara otomatis sebagaimana objek sewa menyewa 3.3 dan 3.4 dan akan diberikan suratnya untuk ditandatangani.

“Namun nyatanya hingga saat ini Tergugat tidak pernah menyerahkan surat perpanjangan kesepakatan sewa menyewa kepada Penggugat,” ungkapnya.

Direktur YLBH Malut itu mengungkapkan, pada Maret 2020 tanpa ada pemberitahuan baik secara lisan maupun tulisan tiba-tiba 25 Maret 2020 Tergugat langsung menyegel keempat objek sewa menyewa tersebut. Padahal pada 20 Maret 2020 Penggugat masih membayar uang sewa menyewa. Tiba-tiba 25 Maret 2020 tempat usaha Penggugat disegel atau tutup oleh Tergugat dan Penggugat tidak diperbolehkan lagi oleh Tergugat melakukan aktivitas berjualan serta seluruh barang-barang milik Penggugat yang berada pada objek sewa menyewa ditahan oleh Tergugat.

“Termasuk dengan stok barang yang telah disediakan Penggugat menghadapi permintaan pada bulan Ramadan dan Lebaran juga ditahan oleh Tergugat,” terang Bahtiar.

Pengacara Peradi itu menyampaikan, merujuk pada surat perpanjangan sewa menyewa Istana Sepatu Jatiland Mall yang disepakati Tergugat harus memberikan surat peringatan terlebih dahulu kepada Penggugat sebanyak tiga kali sebelum pembatalan dilakukan. Namun nyatanya, Penggugat tidak pernah mendapatkan surat peringatan lebih dulu, bahkan ironisnya 20 Maret 2020 Penggugat masih tetap melakukan penyetoran. Alhasil, Penggugat tidak dapat berjualan sementara stok masih banyak menumpuk. Penggugat juga meminta waktu namun tidak diberikan waktu lagi oleh Tergugat.

“Penggugat juga tidak diperbolehkan untuk masuk melihat kondisi barang-barang penggugat yang telah rusak/berjamur,” sambungnya.

Atas perbuatan Tergugat, kata Bahtiar, telah mengakibatkan Penggugat mengalami kerugian karena tidak dapat melakukan aktivitas perdagangan sehingga membuat hilangnya omzet penjualan. Berdasarkan bukti pemesanan dan buku rekapan barang-barang berupa sepatu yang berada pada objek sewa menyewa senilai Rp 2.082.953.000 dan stok barang-barang berupa sepatu berada pada objek sewa menyewa Posita 3.2 senilai Rp 262.250.000 serta stok barang berupa sepatu yang berada pada objek sewa posita 3.3 senilai Rp 272.050.000.

“Tanpa adanya pemberitahuan telah mengakibatkan Penggugat pada keempat objek sewa menyewa menjadi rusak/berjamur dengan nilai kerugian sebesar Rp 2.618.253.000,” beber Bahtiar.

Bahtiar melanjutkan, akibat tak bisa berjualan, Penggugat mengalami kerugian materil berupa kehilangan omzet penjualan sebesar Rp 12 juta per hari dikalikan 6 bulan (180 hari) dengan total kerugian Rp 2.160.000.000. Sehingga total kerugian materil yang diderita oleh Penggugat sebesar Rp 4.778.253.000.

“Sehingga kerugian immateril Penggugat diperkirakan sebesar Rp 10 miliar,” tambahnya.

Ia menambahkan, karena Penggugat mengalami kerugian yang sangat besar serta gugatan yang diajukan oleh Penggugat disertai dengan alat bukti yang kuat, maka demi menjamin kerugian yang diderita kliennya, kuada hukum meminta aset milik Tergugat yakni Jatiland Mall dapat diletakkan sebagai sita jaminan.

“Oleh karena gugatan Penggugat ini didukung oleh bukti-bukti otentik, maka Penggugat memohon terlebih dahulu dengan serta merta walaupun ada Verzet, Banding ataupun Kasasi,” pungkas Bahtiar.