Tandaseru — Pemberian persetujuan Menteri Dalam Negeri atas tambahan penghasilan pegawai (TPP) pemerintah daerah seluruh Indonesia tahun ini dinilai belum terlalu efektif. Pasalnya, hingga Maret ini masih banyak pemda yang belum memperoleh persetujuan Mendagri. Alhasil, para ASN harus ikat pinggang menunggu pencairan TPP.
Plt Ketua KNPI Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Ibnu Khaldun Turuy, menyatakan proses persetujuan Mendagri telah dilakukan melalui sistem aplikasi SIPD yang merupakan satu-satunya sistem informasi pengelolaan keuangan daerah yang transparan, mudah dan terintegrasi secara langsung ke Kemendagri.
“Keterlambatan pemberian persetujuan TPP oleh Kemendagri akan berpengaruh pada penurunan motivasi dan semangat kerja pegawai yang kemudian dikhawatirkan berdampak pada terganggungya pelayanan publik,” ungkapnya, Kamis (10/3).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, sambungnya, pemberian persetujuan TPP oleh Mendagri hanya bersifat sementara untuk mengisi kekosongan kewenangan DPRD sepanjang regulasi berkaitan dengan TPP belum disiapkan.
“DPRD sebagai pelaksana kewenangan otonomi di daerah tidak bisa berbuat banyak karena PP-nya belum ada. Kalau sudah ada PP, mudah-mudahan tidak ada lagi persoalan keterlambatan persetujuan TPP, sehingga pelayanan publik yang dilakukan oleh pegawai di daerah berjalan dengan optimal,” ujarnya.
Kalaupun sekarang draft PP-nya belum juga disiapkan, kata Ibnu Khaldun, perlu disiapkan solusi yang mempermudah daerah, misalnya ada pengaturan teknis terkait batas waktu dikeluarkan persetujuan Mendagri sebagaimana pengaturan batas waktu persetujuan TPP oleh DPRD yang waktunya bersamaan dengan persetujuan KUA-PPAS.
“Pembatasan waktu persetujuan Mendagri yang bersamaan dengan persetujuan KUA-PPAS adalah salah satu opsi untuk menghindari masalah keterlambatan, mengingat data-data TPP dan RAPBD dapat terbaca dengan mudah dalam SIPD. Pengaturan teknis lainnya adalah pertimbangan Menteri Keuangan hanya pada pembatasan nilai TPP terhadap kapasitas fiskal daerah, tidak lagi menguji hal-hal teknis,” tegasnya.
“Opsi lainnya bisa juga dengan meleburkan konsepsi TPP ke dalam tunjangan kinerja, seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang ASN,” imbuh Ibnu Khaldun.
Ia menambahkan, tugas utama Kemendagri adalah pada perumusan kebijakan otonomi daerah, termasuk di dalamnya perumusan regulasi berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri.
“Pasal 4 Permendagri 13 tersebut menyebutkan Kemendagri menyelenggarakan fungsi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum, otonomi daerah, pembinaan administrasi kewilayahan, pembinaan urusan pemerintahan dan pembangunan daerah, pembinaan keuangan daerah, serta kependudukan dan pencatatan sipil, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jabarnya.
“Kami di daerah melihat sudah 3 tahun ini Peraturan Pemerintah terkait TPP belum juga keluar. Kiranya dijadikan perhatian utama oleh Kemendagri agar penyiapan PP menjadi agenda yang prioritas dan mendesak,” pungkas Ibnu Khaldun.
Tinggalkan Balasan