Oleh: Herman Oesman
Pembelajar Sosiologi
______
“…Di sini tegak bakti ilmu kami, di sini berpendar cahaya mentari
Di sini kami berdiri dengan ikhlas, di sini pengabdian tulus…”
(Penggalan syair Hymne UMMU)
20 tahun lalu, tepatnya 05 Juni 2001, ‘perkawinan’ gagasan itu diikat dalam suatu kerja keras. Perlahan, institusi yang bergerak dalam bidang pengabdian dan pendidikan itu ditetaskan melalui Keputusan Menteri Pendidikan No. 073/D/O/2001, tanggal 5 Juni 2001. Tak banyak yang tahu, bagaimana tim pendirian bekerja. Tak banyak yang tahu bagaimana nama institusi, kurikulum, dan arah institusi itu kelak harus dilabuhkan. Orang-orang itu bekerja dalam diam dengan keseriusan yang penuh harap, dengan ekspektasi yang entah diterbangkan kemana. Embrio institusi ini harus lahir, tumbuh, dan bertahan untuk sebuah kemaslahatan. Untuk sebuah kemanusiaan.
Masyarakat hanya tahu, tatkala 10 September 2001, di kawasan Toboko, pelataran SMA Muhammadiyah, diawali cuaca agak mendung, institusi itu hadir. Sebuah studium general digelar dengan mengundang tokoh Muhammadiyah (sebelum dipecat), cendekiawan Muslim Indonesia terkemuka, Prof. M. Dawam Rahardjo, seorang scholar yang banyak menggagas tentang ekonomi Islam. Dengan mendedah tema: Optimalisasi Peran Pendidikan Tinggi Era Otonom dalam Membangun Masyarakat Madani. Empat hari kemudian, 14 September 2001, di aula BLK, sebuah tradisi pengenalan dan orientasi kampus dimulai. Pada era awal pengenalan kampus ini diberi nama Otak Masta, kepanjangan dari Orientasi Akademik dan Masa Ta’aruf. Pemberian nama Otak Masta juga melalui perdebatan panjang, karena untuk menentukan seperti apa peletakan dasar mahasiswa ketika nanti mereka berenang dalam lautan akademika.
Institusi itu terlahir dengan nama UMMU, yang terambil dari singkatan nama Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. Pemberian dan peletakan nama UMMU, diyakini memiliki kandungan makna simbolisasi sebagai ibu, dalam pemahaman yang dalam. “Ibu” almamater yang melahirkan anak-anak dalam membangun peradaban masa depan. Toh, nama ini juga oleh orang-orang yang bekerja saat itu tidak asal dibuat, tetapi (lagi-lagi) dimulai perdebatan yang hampir memakan waktu dua hari. Awalnya, ada yang mengusulkan Universitas Muhammadiyah Ternate mengikuti adagium “tradisi” dari PTM yang ada di luar Maluku Utara yang menggandeng nama kota di mana ia didirikan. Namun, orang-orang saat itu bersepakat menggunakan Universitas Muhammadiyah yang menggandeng wilayah Maluku Utara sebagai representasi seluruh kepentingan masyarakat yang ada di Maluku Utara, sekaligus menabalkan nama Provinsi Maluku Utara yang baru terbentuk.
Kelahiran UMMU juga didasarkan atas pertimbangan sosial politik dan ekonomi. Ada misi kemanusiaan terselinap di dalam. Ketika konflik menghancurkan seluruh pranata pendidikan tinggi, lalu diikuti geriapnya otonomi daerah, UMMU hadir untuk menyiapkan sumber daya manusia dengan pendidikan yang bisa diakses masyarakat di Maluku Utara. Salah satu misinya adalah membantu anak-anak negeri ini untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi secara setara tanpa harus keluar daerah, yang tentu dari biaya dan jarak memakan biaya tak kecil. Tahun 2003, UMMU yang belum memiliki sarana dan prasarana kampus harus menyewa gedung milik Pastoral Katolik (SD RK) selama hampir 5 tahun. Inilah awal pembangunan perdamaian yang dilakukan UMMU dan pihak Katolik. Mungkin tepat apa disampaikan pengamat Muhammadiyah yang tekun dari Chiba University Jepang, Prof. Mitsuo Nakamura, sebagai kekuatan civil society, Muhammadiyah bisa jadi jaring pengaman sosial. Bisa jadi penyelamat kekuatan masyarakat saat negara sedang kesulitan dan krisis (lihat Kronik-Newsletter-UMM, Edisi 8/Thn IX/Nov/2010).
Tahun akademik pertama 2001/2002, UMMU mampu meraup 333 jumlah mahasiswa, lalu melesat mencapai angka 888 jumlah mahasiswa pada tahun berikutnya, naik 37,5%. Dan, tahun-tahun selanjutnya, penerimaan mahasiswa di UMMU berkisar antara 1.000 lebih mahasiswa yang mendaftar, dengan tingkat persentase yang konstan kurang lebih 88,8% setiap tahun akademik baru hingga tahun 2010/2011 lalu. Apa yang bisa kita baca dengan realitas ini?
UMMU kian tumbuh membesar. Ibarat pohon, kian meninggi, kian kencang angin menerpa, di usia 20 tahun.
Tinggalkan Balasan