Tandaseru — “Bagaimana strategi Kementerian Perhubungan untuk membangun transportasi di daerah kepulauan? Maluku Utara adalah daerah kepulauan. Sejujurnya, selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun kami (warga Maluku Utara) belum merasakan perbedaan yang signifikan dalam tata kelola transportasi publik kami, khususnya transportasi laut,” tanya R Graal Taliawo.
Itu adalah penggalan kalimat pembuka yang pamungkas dari Graal kepada Suntana, Wakil Menteri Perhubungan, ketika rapat kerja Komite II dengan Kementerian Perhubungan di Jakarta (26/8/2025).
Setelah kunjungan pengawasan ke desa-desa di lima kabupaten selama 10 bulan menjabat, anggota DPD RI Dapil Maluku Utara ini mengantongi banyak keluhan warga danmengalaminya sendiri, termasuk persoalan di bidang perhubungan. Catatan itu kemudian Dr. Graal tindaklanjuti ke Kementerian untuk diketahui lalu diberi atensi.
Beda Karakteristik, Beda Pendekatan Pembangunan Transportasi di Daerah Kepulauan
Karakteristik daerah kepulauan yang unik menjadi tantangan tersendiri bagi Kementerian Perhubungan. “Karakteristik daerah kepulauan berbeda dengan daerah (yang mayoritas) daratan. Sudah pasti, pendekatan pembangunannya pun harus beda. Ini tantangan bagi Kementerian Perhubungan (juga kami) yang harus dijawab. Bisa jadi ini adalah agenda jangka panjang tapi perlu dimulai segera dari sekarang,” sambungnya.
Anggota Komite II DPD RI ini juga pernah meminta Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Maluku Utara untuk bantu membuatkan grand design transportasi di Maluku Utara yang merupakan daerah kepulauan, ketika mengunjungi Kantor BPTD akhir 2024 lalu.
Daerah Tidak Terhubung Berarti Warga “Terpenjara”
Menariknya, lulusan Doktoral Ilmu Politik UI ini membawa diskusi ke arah yang fundamental. Graal mengajak para audiens untuk berpikir mendalam mengenai makna transportasi dan konektivitas. Dengan mengutip Jarrett Walker (pakar transportasi dari Amerika Serikat), ia berkata, “Konektivitas itu adalah suatu jaminan kebebasan bagi warga negara. Kalau pulau-pulau ini tidak terhubung, mereka (warga) ‘terpenjara’. ‘Terpenjara’ berarti otomatis mereka akan tertinggal dan terbelakang. Artinya transportasi dan keterhubungan ini sangat krusial bagi masyarakat, khususnya di daerah kepulauan.”
Meneguhkan pendapatnya, Graal melakukan komparasi. “Jika di daerah yang mayoritas daratan itu transportasi daratnya yang bagus—bus, kereta, terminal, dan stasiunnya—maka di daerah kepulauan, kapal dan pelabuhannya yang mesti bagus juga memadai,” jelasnya.
Jalan Nasional Minim Fasilitas Pendukung
Tak hanya satu isu, ada beberapa isu lainnya yang pegiat Politik Gagasan ini sampaikan ke Pak Wamen. Ruas jalan nasional di Maluku Utara masih minim fasilitas pendukung jalan. “Pak Wamen, kami di Maluku Utara banyak ruas jalan nasional yang belum didukung lampu jalan, rambu jalan, pembatas tebing, hingga drainase. Seperti di ruas Sofifi menuju Oba, ruas Saketa-Matuting-Maffa-Weda, ruas Labuha-Babang, dan lainnya,” tambah Graal.
Menurutnya, hal ini sangat berbahaya dan bisa berdampak fatal bagi keamanan dan keselamatan pengguna jalan. Pun, tidak tersedianya drainase akan membuat adanyagenangan air, yang merupakan musuh utama bagi jalan. Lambat laun jalan akan rusak.
Pelabuhan Feri Doro Terbengkalai
Laki-laki kelahiran Wayaua, Bacan ini juga menyoroti Pelabuhan Doro di Halmahera Utara yang terbengkalai. Ia meminta pihak Kementerian Perhubungan melakukan evaluasi dan mempertimbangkan opsi-opsi yang memungkinkan untuk bisa mengaktifkan kembali pelabuhan tersebut.
“Pelabuhan Doro yang memakan anggaran puluhan miliar ini sebenarnya sangat membantu mobilitas warga dari Halmahera Utara ke Halmahera Timur (juga sebaliknya). Pelabuhan ini adalah jalan pintas, memangkas waktu tempuh. Sayangnya hanya dimanfaatkan beberapa tahun lalu terbengkalai begitu saja. Mohon untuk Kementerian Perhubungan bisa memberi atensi,” tukas Graal.
Belum Ada Transportasi Darat Publik
Selain transportasi laut, transportasi darat adalah poin berikutnya yang Graal suarakan. Ia resah dengan keadaan transportasi darat publik yang tidak dikelola dengan baik. “Maluku Utara tidak punya transportasi darat publik antar-kabupaten yang dikelola Pemerintah. Selama ini kebutuhan mobilitas warga disediakan oleh pihak swasta melalui Organisasi Angkutan Darat (Organda),” ujarnya.
Ini juga banyak catatan. Antar-organda kerap berkonflik mengenai batas area, tarif, dan lainnya. Tak jarang penumpang kerap menjadi korban. “Mirisnya, kasus kekerasan seksual berulang kali terjadi pada kendaraan swasta ini. Mulai dari penculikan, pemerkosaan, hingga pembunuhan penumpang. Negara perlu hadir untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,” tegas Graal.
Penambahan Trayek dan Kontainer Tol Laut
Catatan berikutnya adalah kebutuhan penambahan trayek dan kontainer tol laut. “Di beberapa kabupaten mulai geliat industri perikanan dan pertanian seperti di Halmahera Utara dan Halmahera Barat. Mereka membutuhkan lalu lintas tol laut untuk mengakses pasar lebih leluasa. Bahkan di Kabupaten Pulau Morotai, ada ikan di cold storage sejak 2024 karena menunggu antrean tol laut,” sambungnya.
Respons Positif Wakil Menteri Perhubungan
Pak Wakil Menteri merespons pertanyaan Graal. “Saya mau menjawab pertanyaan dari Pak Graal yang kritis. Pada prinsipnya, tugas utama kami (Kementerian Perhubungan) adalah membangun konektivitas antarpulau, baik orang maupun barang supaya saling terhubung. Kami lakukan secara bertahap. Mohon maaf belum optimal hingga masih menimbulkan persoalan-persoalan seperti yang Pak Graal sebutkan tadi. Namun, tetap kami upayakan pembangunannya, Pak,” jawab Wamen.
Pemerintah Pusat ada niat baik untuk membantu Maluku Utara menyelesaikan persoalan transportasi. “Saya sudah sampaikan keluhan warga ke pihak Kementerian. Senang Pak Wamen menanggapi dan memahami dengan baik. Harapan saya, keluhan warga yang saya catat melalui turun pengawasan ke desa-desa ini bisa didengar untuk kemudian diberi atensi. Lain hal jika saya tidak turun. Saya tidak akan tahu ada masalah di lapangan dan otomatis saya tidak bisa menyuarakannya. Begitu pun, jika Pak Wamen tidak diberitahu, maka persoalan di Maluku Utara tidak akan pernah diberi atensi,” ucap Graal.
Itulah mengapa Graal selalu komitmen untuk menunaikan tanggung jawabnya: turun lapangan ketika jadwal turun pengawasan dari DPD RI. Ia memahami pentingnya turun lapangan, yakni mendengarkan keluhan warga lalu menyampaikannya kepada Pemerintah Pusat supaya pihak terkait mengetahui/menyadari ada masalah di Maluku Utara lalu mengintervensinya dengan kebijakan yang tepat.
Tinggalkan Balasan