Oleh: Kamirudin

Plt Kabag Tata Pemerintahan Pemda Pulau Taliabu, Alumni S2 Fisipol UGM

________

BEBERAPA waktu belakangan ini, ramai diperbincangkan oleh masyarakat maupun media sosial terkait kabupaten Pulau Taliabu yang “kurang” mendapat prioritas dalam RPJMN maupun RPJMD.

Secara pribadi, penulis ingin menyampaikan gambaran proses penyusunan RPJMD melewati beberapa tahapan yang “super ketat”, melibatkan seluruh stakeholders kabupaten/kota (DPRD, Bappeda, Ormas, LSM, dsb).

Proses yang melibatkan DPRD di tahap awal, antara lain: Penyampaian Renwal, Penandatanganan Nota Kesepahaman dengan DPRD, dll). Pertanyaannya, ketika ada program dan kegiatan kabupaten/kota yang tidak terakomodir, siapa yang harus disalahkan? Apakah harus “berkoar-koar” untuk menarik simpati publik?

PERTAMA:

Demokrasi Perwakilan di Indonesia yang membagi daerah pemilihan (dapil) memungkinkan anggota DPRD untuk turut serta mengawal setiap usulan dari dapil. Apakah fungsi ini dijalankan secara optimal?

KEDUA:
Program dan kegiatan yang termuat dalam RPJMD provinsi maupun kabupaten/kota harus sinkron dengan RPJMN. Yang disampaikan gubernur Maluku Utara di DPRD itu sudah tahap akhir proses penyusunan RPJMD (Penyampaian Ranperda RPJMD).

Dalam pembahasan RPJMN maupun RPJMD, apakah DPRD provinsi menjalankan fungsinya secara optimal?

KETIGA:
Bupati Pulau Taliabu Sashabila Mus tidak ada kaitannya dengan RPJMN, karena baru dilantik pada bulan Mei 2025.

Harapan Bupati Pulau Taliabu, tidak perlu mencari “kambing hitam” siapa yang harus disalahkan. Dengan semangat kolaborasi, mari sama-sama membangun Taliabu sesuai fungsi masing-masing. Ke depan, semua proses perencanaan di Taliabu harus berbasis perencanaan berdasarkan data yang riil sesuai fakta di lapangan. (*)