Tandaseru — Pada 22 Oktober 2024, satu laporan mengejutkan masuk ke meja Bareskrim Polri. PT Wana Halmahera Barat Permai (WHBP), pemegang sah Izin Usaha Produksi (IUP) di wilayah Halmahera Timur, Maluku Utara, resmi melaporkan dugaan pemalsuan dokumen negara oleh PT Position, anak usaha dari raksasa pertambangan nasional, PT Harum Energy Tbk.
Laporan ini menyeret sejumlah nama penting, termasuk mantan Bupati Halmahera Timur, Welhelmus Tahalele, serta mantan Kepala Dinas Pertambangan Halmahera Timur berinisial NK. Laporan tersebut tercatat dalam Nomor LP/B/379/2024/SPKT/Bareskrim dan diajukan langsung oleh kuasa hukum WHBP, M Mahfuz Abdullah.
Pangkal persoalannya berada pada Surat Keputusan Bupati Halmahera Timur Nomor 188.45/540‑05/2010, yang diterbitkan pada 11 Januari 2010. Dalam dokumen resmi itu, hanya terdapat delapan titik koordinat sebagai batas wilayah konsesi tambang PT Position.
Namun, belakangan, PT Position mengajukan dokumen berbeda ke Kementerian ESDM yang berisi 68 titik koordinat— menyebabkan tumpang tindih wilayah IUP dengan milik WHBP. Akibat langkah Position ini, IUP milik WHBP tidak bisa dimasukkan ke dalam sistem Minerba One Data Indonesia (MODI), sehingga seluruh operasional tambangnya terhambat secara hukum dan administratif.
Dalam perkembangan penyelidikan, peran Welhelmus Tahalele, yang menjabat sebagai Bupati Halmahera Timur periode 2005–2010, menjadi sorotan utama. Dalam pernyataan resminya yang tertuang dalam akta notaris tertanggal 18 Juli 2017, Welhelmus menegaskan dirinya hanya pernah menandatangani SK dengan delapan titik koordinat, bukan 68 seperti yang dicantumkan PT Position ke Kementerian ESDM.
Pernyataan tersebut diperkuat pula oleh hasil temuan Ombudsman RI, yang menyebut adanya indikasi kuat manipulasi dokumen perizinan yang merugikan pihak lain dan berpotensi melanggar hukum.
“Ini bukan persoalan administratif biasa. Kami bicara soal pemalsuan dokumen negara. Harus ada penindakan tegas dan transparan,” kata Mahfuz dalam keterangan persnya di Jakarta.
Ia menegaskan, kliennya tidak bisa mendapatkan kejelasan hukum dan investasi selama data koordinat palsu itu tetap tercantum dalam sistem ESDM. Lebih lanjut, ia menuding ada upaya sistematis mengamankan wilayah konsesi PT Position secara ilegal.
Masalah tidak berhenti di dugaan pemalsuan SK. Awal 2025, tim investigasi Polda Maluku Utara dan Mabes Polri menemukan bahwa PT Position diduga telah membuka kawasan hutan adat tanpa izin, seluas sekitar 7,3 hektare.
Ironisnya, lokasi pembukaan hutan tersebut berada di dalam wilayah IUP PT Wana Kencana Mineral (WKM), perusahaan lain yang juga memiliki hak sah atas lahan tersebut.
Pelanggaran ini membuka babak baru dalam penyelidikan, karena menyangkut Undang-Undang Kehutanan, tata ruang, serta hak masyarakat adat. Selain itu, tindakan membuka lahan secara sepihak di wilayah tumpang tindih berpotensi memicu konflik sosial dan hukum yang lebih luas di kawasan tambang Halmahera Timur.
“Pembukaan kawasan hutan tanpa prosedur dan tanpa izin itu jelas melanggar hukum. Ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, tapi juga bisa dikategorikan sebagai perusakan lingkungan dan pelanggaran terhadap hak masyarakat adat,” kata sumber di lingkungan penegak hukum.
Kasus ini membuka tabir buram pengelolaan sektor pertambangan di daerah. Dugaan rekayasa titik koordinat hingga pembukaan lahan tanpa izin menunjukkan bahwa praktik manipulatif masih menjadi persoalan laten dalam industri ekstraktif.
Lebih mengkhawatirkan, dugaan ini melibatkan perusahaan terbuka seperti PT Harum Energy Tbk dan mantan kepala daerah.
Welhelmus Tahalele, yang pernah menjabat Bupati Halmahera Timur dan sebelumnya aktif di DPRD Maluku Utara, kini menjadi saksi kunci dalam pusaran ini. Ia sebelumnya juga pernah terjerat kasus hukum lain terkait dana bansos, yang menguatkan sorotan publik terhadap kepemimpinannya di masa lalu.
“Ini bukan semata konflik dua perusahaan. Ini soal etika pengelolaan sumber daya alam, tentang bagaimana kekuasaan lokal bisa dimanfaatkan untuk memuluskan kepentingan korporasi besar,” tandas Mahfuz.
Tinggalkan Balasan