Oleh: Anwar Husen

Tinggal di Tidore

________

Kami sedang berempati dan berupaya membantu sekemampuan, tanpa terbersit sedikitpun harapan apa-apa, tapi Tuhan masih saja menyisakan hamba-hamba-Nya yang berkekurangan tapi berhati mulia”

ADA ungkapan, tidak semua hari berjalan dengan baik. Tapi selalu ada hal baik setiap harinya. Dan jika sedikit dilengkapi, maka, hari atau hal baik dan buruk itu, bisa saja berjalan nyaris bersamaan, simultan.

Yang ingin saya tulis kali ini, untuk sebuah pengalaman kecil semalam. Pengalaman baik dan buruk berlangsung nyaris simultan. Satu ide, dan satu lagi cerita tentang fakta miris yang bikin haru. Tapi dua-duanya berisi keprihatinan tentang “nasib” hamba Tuhan.

Saat mengantar dengan pandangan, sang istri dan buah hati saya menyeberang ke Ternate semalam di pelabuhan penyeberangan Rum, Tidore, sejujurnya ada rasa khawatir juga. Kondisi perairan di antara Tidore dan Ternate tiba-tiba berubah drastis. Dari awalnya yang agak tenang di sekitar pukul 19.00 WIT. Langit jadi gelap, tiupan angin berhembus kencang tak beraturan disertai hujan lebat. Kondisi laut jadi bergelombang tak karuan.

Saya mengamati ke arah bebukitan di tanjung sebelah PLTU Rum, mengambil gambarnya dengan ponsel, yang hasilnya tak terlalu jernih, membuat penunjuk arah dan menuliskan caption yang maksudnya, di atas bukit itu, andai PLTU bisa buat program Corporate Social Resposibility (CSR) berupa satu unit lampu penerangan untuk keselamatan pelayaran dengan daya tertentu, mungkin akan lebih baik dan sangat membantu. Maksudnya, jenis lampu sorot outdoor dengan radius tertentu yang bisa menerangi perairan antara Tidore-Maitara-Ternate, khususnya pada kondisi langit yang gelap dan cuaca sedang tak bersahabat.

Pesan ini saya tembuskan ke Sekretaris Daerah Kota Tidore Kepulauan, Ismail Dukomalamo. Kebetulan beliau dulunya staf saya di salah satu OPD di daerah ini, saya merasa sedikit leluasa berkomunikasi. Saya kenal benar tipikalnya. Orangnya tipe responsif. Responnya cepat dan positif. Ide yang bagus dan dipertimbangkan untuk ditindaklanjuti, pesan balasannya. Oke, ini satu ide yang saya maksudkan di awal tadi.

Berikutnya satu fakta miris dan bikin haru. Dari arah Ternate, di tengah anomali cuaca itu, dua orang ibu dan dua anak mereka, satunya di kisaran usia 4 tahun, satunya lagi balita yang dalam gendongan ibunya berumur 3 bulan. Mereka bagian dari penumpang yang turun dari armada taksi air. Ada juga dua perempuan, satunya karib dan staf saya semasa menjadi guru dulu. Dia Fatma Idris, kepala sebuah SMA di Tidore Utara. Keduanya masih dengan uniform ASN. Dari karib saya yang kepala SMA ini, saya tahu agak detail informasi ini. Para ibu paruh baya dan anak-anaknya tadi, baru saja datang dari pulau Obi, kabupaten Halmahera Selatan, menjenguk para suami mereka yang ditahan di Ternate. Katanya mereka kepergok saat sedang mengebom ikan. Tak jelas di mana mereka diamankan.

Seorang ibu beserta anaknya, anggota rombongan mereka dari Obi tadi, menyeberang duluan dan menunggu sejak pagi di terminal pelabuhan Rum. Sudah kepergok pandangan saya, anak laki-lakinya di kisaran usia 4 tahun itu, sedang berbaring di bangku ruang tunggu itu, ditemani ibunya. Tapi saya berpikir sedang menunggu hujan reda untuk pulang ke kampung sebelah saja.

Di tengah guyuran hujan yang belum juga reda, dan fakta kondisi yang serba terbatas dan bikin haru, yang tak saya tulis detailnya, kami membantu mencarikan armada transportasi mengantar rombangan mereka ke sebuah perkampungan agak ke pegunungan, di kecamatan Tidore Utara. Katanya ada keluarga mereka yang beristri orang sana. Mareka mau bertahan beberapa waktu di situ. Ada beras yang dibawa, di kantong plastik yang tak besar ukurannya. Ada tiga tas berukuran sedang berisi berbagai keperluan sementara.

Dan ending-nya yang bikin haru, seorang dari mereka mengeluarkan handphone “senter”nya yang agak lusuh, meminta nomor ponsel karib saya, yang kepala SMA ini, diiringi pesan, jika nanti mereka sempat balik lagi ke sini, akan ada sedikit “ole-ole” ikan yang dibawa dari Obi. Benar-benar bikin haru. Kami sedang berempati dan berupaya membantu sekemampuan, tanpa terbersit sedikitpun harapan apa-apa, tapi Tuhan masih saja menyisakan hamba-hamba-Nya yang berkekurangan tapi berhati mulia.

***

Mengutip berbagai sumber, fungsi mercusuar adalah antara lain sebagai panduan navigasi. Ini untuk membantu kapal-kapal menentukan posisi dan arah navigasi di laut. Juga untuk peringatan bahaya, memberikan peringatan adanya bahaya di sekitar area tersebut, seperti batu karang atau perairan dangkal. Fungsi bantuan navigasi malamnya, membantu kapal-kapal navigasi di malam hari dengan menggunakan cahaya yang kuat dan dapat dilihat dari jarak jauh. Ada juga untuk kepentingan pengenalan posisi, yakni berfungsi sebagai landmark atau titik pengenalan posisi bagi kapal-kapal yang berlayar di sekitar area tersebut. Dan memberi jaminan lebih untuk keselamatan pelayaran, meningkatkan keselamatan pelayaran dengan membantu kapal-kapal menghindari bahaya dan menentukan rute yang aman.

Meski demikian, mercusuar juga dapat memiliki fungsi lain, seperti sebagai simbol landmark atau ikonik bagi suatu daerah atau kota. Namun, fungsi utamanya tetap sebagai alat bantu navigasi laut.

***

Fungsi mercusuar di atas lebih pada panduan navigasi kapal besar, dengan potensi resiko yang besar pula. Dan perairan di sekitar Tidore-Maitara-Ternate, tak untuk pergerakan kapal-kapal besar yang lalu lalang setiap waktu.

Kita hanya butuh lampu sorot outdoor berkapasitas tertentu untuk panduan navigasi bagi taksi air dan jenis kapal kecil. Di samping bisa jadi landmark kota ini. Dia ikonik karena berada di ketinggian bukit dan menyoroti hingga melengkapi panorama eksotik perairan di malam hari dari himpitan tiga pulau mungil nan kental aroma “kisah para raja-raja”nya dahulu, Tidore-Maitara-Ternate. Kita tak perlu lagi menunggu terlalu lama, atau bahkan memperpanjang durasi mimpi tentang bagian yang nantinya bernilai okonik bagi daerah ini, Jembatan Ternate-Maitara-Tidore [Temadore].

Kita butuh cahaya lampu sorot outdor yang cukup dari ketinggian bebukitan itu, untuk jadi panduan navigasi, di saat kondisi sekitar laut ini berubah ekstrim karena banyak juga potensi resiko hingga fakta miris kecelakaan yang pernah terjadi.

Kita butuh jaminan keselamatan transportasi laut yang lebih memadai bagi para “tamu” kita, bagi rombongan para ibu dan anak-anaknya tadi, yang dari relung hati paling dalamnya, masih ada secercah cahaya, lentera hati yang disisakan Tuhan pada hamba-hambaNya yang berkekurangan tetapi berhati mulia. Wallahua’lam. (*)