Tandaseru — Akademisi Universitas Pasifik Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, Fandi Hi. Latief, menanggapi penyatakan Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Yoram Uang soal penonaktifan sementara 23 kepala desa. Fandi menilai pernyataan Yoram tidak substantif dan keliru.
“Yoran menyebut bahwa pemberhentian sementara 23 kepala desa di Kabupaten Pulau Morotai bertentangan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 jo UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa, serta permintaannya agar Gubernur Maluku Utara memberi punishment kepada pemerintah daerah Morotai. Pernyataan Wakil Ketua DPP Apdesi itu adalah pernyataan yang tidak berdasar, keliru secara hukum, dan berpotensi menyesatkan publik,” ujar Fandi, Selasa (17/6/2025).
Menurut Fandi, langkah pemberhentian sementara kepala desa oleh Bupati Pulau Morotai bukanlah tindakan sewenang-wenang. Kata dia, tindakan dan keputusan secara administratif sudah ditempuh dan sah secara hukum.
“Sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (2) (3), dan (4) UU Nomor 3 Tahun 2024 yang menyatakan bahwa kepala daerah memiliki kewenangan untuk memberhentikan sementara kepala desa apabila terdapat dugaan kuat pelanggaran berat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa,” bebernya.
Fandi bilang, hal ini perlu ditegaskan pula bahwa pemberhentian sementara 23 kepala desa di Morotai bukan tanpa dasar, melainkan telah melalui serangkaian pemeriksaan internal oleh Inspektorat.
Pasalnya, pasca 88 kepala desa dilantik pada Mei 2022 dan menjalankan tugas dan pengelolaan keuangan selama 3 tahun baru diaudit pada tahun 2025 ini. Setelah diaudit, para kepala desa, termasuk 23 orang itu, terdapat temuan pengelolaan Dana Desa hingga miliaran rupiah.
“Yang mengindikasikan adanya penyimpangan serius terhadap pengelolaan keuangan dan anggaran desa. Berdasarkan hasil temuan tersebut, pemerintah daerah berkewajiban untuk mengambil tindakan cepat guna mencegah kerugian yang lebih besar terhadap keuangan negara dan menciptakan ruang evaluasi serta klarifikasi secara objektif dan transparan,” jelasnya.
Fandi menyayangkan sikap Wakil Ketua DPP Apdesi yang dinilainya mengabaikan fakta ini dan terkesan membangun narasi perlindungan tanpa dasar. Seharusnya, pengurus DPP Apdesi mendukung langkah hukum para kades yang melakukan penyalahgunaan pengelolaan DD, bukan melindunginya.
“Anehnya, pernyataan Wakil Ketua DPP Apdesi menyeret Gubernur Malut ke dalam dinamika yang secara hukum bukan menjadi kewenangannya. Pernyataan tersebut berpotensi gaduh. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak memiliki wewenang memberikan punishment kepada bupati yang menjalankan kewajiban berdasarkan amanat undang-undang. Justru jika kepala daerah tidak bertindak terhadap dugaan pelanggaran tersebut, ia bisa dinilai lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan,” tegasnya.
“Pertanyaan yang pantas diajukan adalah apakah DPP Apdesi kini beralih fungsi menjadi pembela tindakan yang sedang diperiksa, atau bahkan ikut merawat budaya penyimpangan anggaran di desa? Jika Apdesi tidak berdiri di atas semangat pembinaan dan penguatan integritas desa, maka legitimasi moral organisasi ini patut dipertanyakan,” sambung Fandi.
Dosen Fisipol ini memaparkan, narasi yang dibangun Wakil Ketua Apdesi tidak hanya melenceng dari substansi hukum, tetapi juga mengaburkan upaya serius pemerintah daerah dalam melakukan pembenahan tata kelola desa yang selama ini banyak dikeluhkan masyarakat.
“Oleh karena itu, masyarakat Morotai dan publik Maluku Utara perlu mengetahui bahwa pemberhentian sementara kepala desa dilakukan bukan atas dasar politis, tetapi berdasarkan temuan Inspektorat yang mengindikasikan penyimpangan anggaran dan pelanggaran administratif yang serius. Dan langkah ini adalah bagian dari evaluasi dan pembenahan tata kelola desa, bukan bentuk penghukuman permanen,” paparnya.
“Sudah saatnya kita mengedepankan tata kelola pemerintahan desa yang bersih, akuntabel, dan berpihak kepada rakyat. Mendukung penegakan hukum bukanlah tindakan memusuhi desa, tapi justru menyelamatkan desa dari penyalahgunaan kuasa,” pungkas tandas Fandi.
Tinggalkan Balasan