Oleh: Gusai Fabanyo

Komite Pimpinan Pusat Samurai Maluku Utara

_______

LAJU perkembangan zaman hari ini menjadi fenomena unik bagi manusia, pasalnya dalam diri manusia terdapat akal yang menjadi hadia paling mulia dari Tuhan. Akal yang diberikan adalah untuk berpikir dan menelaah kondisi yang ada pada lingkungannya. Di balik itu, melalui pengetahuanya yang dinamis manusia selalu berinovasi untuk menciptakan hal-hal baru, teknologi menjadi prestasi besar yang diciptakan melalui pengetahuan yang berkembang.

Teknologi merupakan hasil dari inovasi melalui pengetahuan manusia, transisi menuju era pencerahan diiringi dengan revolusi industri yang terjadi di Inggris pada abad ke-18, perkembangan pengetahuan menjadi cikal bakal kebebasan yang baru dirasakan oleh peradaban manusia. Ketika mesin uap diciptakan oleh James Watt, kemudian industri besi hingga alat tekstil, perkembangan itu berimplikasi pada pola hidup manusia. Aktivitas produksi manusia mulai beralih, yang awalnya menggunakan tenaga manusia, sekarang sudah menggunakan mesin untuk menaklukkan segala sesuatu dengat cepat dan tepat. Munculnya mesin produksi juga menimbulkan kepesatan dalam bidang pertambangan, pertanian hingga transportasi.

Mesin itu dinobatkan sebagai wujud keunggulannya di atas alam, oleh karena itu sumber daya alam digunakan tanpa menyadari dampaknya secara ekologi. Timbulnya inovasi itu membuat manusia merasa kemampuan berteknologi merupakan keunggulanya sebagai spesies di muka bumi. Kepesatan teknologi justru menciptakan struktur masyarakat yang berubah secara ekstrem. Perkembangan teknologi juga menciptakan paham yang antroposentik (manusia sebagai pusat alam semesta), manusia modern menganggap dirinya spesies tertinggi di alam. Jika dilacak pada abad pertengahan ia menguasai alam atas validasi kitab suci, lalu pada abad pencerahan rasio yang dijadikan validasi untuk menguasai alam.

Fondasi antroposentrik itu terkonstruk berdasarkan pernyataan Cartesian, Cogito Ergo Sum (aku berpikir maka aku ada). Hanya manusia yang dapat meragukan dirinya bereksistensi. Kemampuan itu menjadi keistimewaan bagi manusia, melalui pikiran itu manusia dengan bebasnya melakukan segala hal karena menganggap bawha segala sesuatu yang ada di alam tidak dapat membuktikan tentang eksistensinya kecuali manusia.

Gagasan yang antroposentrik itu mengesampingngkan keberadaan alam, melalui itu antroposentrik dapat dimengerti alasan adanya disharmoni antara manusia dan alam. Kecenderungan antroposentrik juga coba dijelaskan oleh James Lovelock. Ia berargumen, manusia modern masih mewarisi residu pola pikir purba yang ingin berkuasa dan mengutamakan kepuasaan anggota tribalnya semata. Kebiasaan menaklukkan alam menyebabkan manusia mengesampingkan pertimbangan etis terhadap entitas non-rasional. Bagi Aldo Leopold, ketidakseimbangan alam terjadi karena kepesatan teknologi dan hiper-industrialisasi.

Perubahan yang mengatasnamakan manusia seringkali merusak ekuilibrium (keseimbangan) ekosistem, eksploitasi terhadap alam terbilang cukup radikal untuk manusia sekarang. Hal itu bertujuan hanya pada penumpukan kekayaan oleh segelintir orang. Jelas tindakan itu akan secara perlahan menghilangkan fungsi alam serta menghancurkan oikos (rumah) sebagai
tempat tinggal makhluk hidup.

Bagi Max Horkheimer, sikap manusia terhadap alam termasuk dalam ajaran survival (bertahan hidup) penaklukan alam demi pelestarian diri. Padahal fungsi alam ialah untuk dijaga, dirawat demi keberlangsungan umat manusia. Ketidakseimbangan itu terjadi karena manusia gagal memahami substansi relasi dirinya dengan alam. Olehnya, untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam, pemahaman secara ekologis harus diinjeksikan pada manusia modern. Revolusi ontologis tentang hubungan antara manusia dengan alam perlu diadakan, yaitu pemikiran yang tidak insidental maupun aksidental, yang tidak partikular serta diskriminatif, tetapi
ontologi yang total.

Ontologi itu tidak bekerja terpisah antara manusia sebagai “ada” yang berkesadaran, dan alam yang diandaikan mekanistik, non kesadaran. Pasalanya pemisahan ontologi itu hanya memperburuk relasi manusia dengan alam, menyebabkan arogansi manusia sebagai penakluk dan juga penguasa alam. Olehnya, pemahaman tentang alam dan manusia harus selalu dikumandangkan, sebab alam adalah ruang dan waktu bagi manusia. Keputusan ini mejadi titik penting untuk kembali merangkai hubungan yang harmonis antara manusia dan alam. (*)