Oleh: Asmar Hi Daud
[Mantan Birokrat & Akademisi]
Pernyataan Wakil Gubernur Maluku Utara, Sarbin Sehe, yang menekankan bahwa ekosistem lingkungan hidup harus menjadi landasan utama pembangunan daerah (ANTARA News, 19 April 2025), mencerminkan titik balik penting dalam arah pembangunan provinsi ini. Bukan tanpa sebab. Maluku Utara saat ini berdiri di persimpangan antara kemajuan ekonomi dan krisis ekologis.
Kemauan politik untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan sebuah langkah awal yang patut diapresiasi—namun masih memerlukan keberanian, konsistensi, dan kontrol publik yang kuat.
Kondisi Eksisting: Pembangunan vs Daya Dukung Ekologis
Secara geografis, Maluku Utara terdiri atas gugusan pulau-pulau kecil yang rawan terhadap tekanan lingkungan. Namun dalam dua dekade terakhir, provinsi ini mengalami ekspansi besar-besaran dalam aktivitas industri ekstraktif, khususnya pertambangan nikel, yang mendominasi wilayah Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Pulau Obi.
Kerusakan hutan, pencemaran laut, serta hilangnya kawasan bakau dan terumbu karang adalah fakta yang tidak bisa lagi disangkal. Beberapa studi menunjukkan bahwa sedimentasi akibat aktivitas tambang telah memengaruhi ekosistem pesisir dan mengganggu wilayah tangkap nelayan lokal, seperti yang terjadi di Teluk Buli dan Kawasi. Padahal, masyarakat Maluku Utara secara historis hidup dari sumber daya pesisir dan laut.
Di sisi lain, perubahan iklim global juga memperburuk situasi. Kenaikan suhu permukaan laut, abrasi, dan perubahan pola musim tangkap memengaruhi ketahanan pangan lokal yang selama ini bergantung pada sektor perikanan dan pertanian.
Peluang Kebijakan: KLHS sebagai Instrumen Koreksi
Langkah Gubernur dan Wakil Gubernur untuk menjadikan KLHS sebagai fondasi RPJMD membuka ruang baru dalam tata kelola pembangunan. Namun, agar tidak berhenti sebagai dokumen administratif, KLHS harus menyentuh aspek-aspek strategis, seperti:
Penilaian daya dukung dan daya tampung lingkungan,
Evaluasi keterhubungan antara kerusakan ekologis dan kemiskinan,
Penentuan wilayah konservasi berbasis masyarakat.
Ketika KLHS yang hanya fokus pada “lingkungan fisik” akan gagal jika tidak memasukkan dimensi lingkungan sosial dan ekonomi, seperti hilangnya mata pencaharian nelayan dan petani akibat pembangunan yang eksploitatif.
Tantangan Utama: Ketimpangan Kuasa dan Fragmentasi Kebijakan
Salah satu tantangan besar dalam pembangunan berbasis ekosistem di Maluku Utara adalah dominasi kepentingan korporasi besar yang kerap memanfaatkan celah regulasi. Sementara itu, keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan pembangunan masih sangat minim, dan akses terhadap informasi lingkungan cenderung tertutup.
Di sisi lain, program sektoral antar-OPD sering berjalan secara terpisah dan tidak terkoordinasi. Misalnya, pembangunan jalan tambang yang menembus kawasan lindung tidak pernah dikonsultasikan dengan Dinas Lingkungan Hidup.
Jalan Tengah: Integrasi, Partisipasi, dan Transparansi
Untuk memastikan bahwa pembangunan berbasis ekosistem bukan sekadar jargon, perlu dilakukan beberapa langkah korektif:
1. Mengarusutamakan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam seluruh proses perizinan dan investasi.
2. Memastikan keterlibatan masyarakat adat dan nelayan lokal dalam penyusunan kebijakan ruang dan pembangunan wilayah.
3. Mengembangkan sistem pemantauan partisipatif, termasuk membuka akses data lingkungan kepada publik.
4. Memperkuat kapasitas OPD dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menyusun dan menerapkan KLHS secara bermakna.
Penutup
Pembangunan tidak harus berarti pengorbanan ekosistem. Di Maluku Utara, keberlanjutan adalah satu-satunya jalan agar pembangunan benar-benar menjawab kebutuhan hari ini tanpa merusak hak generasi mendatang.
Langkah menjadikan ekosistem sebagai fondasi perencanaan bukan hanya langkah teknokratis, tapi juga langkah moral dan politik.
Di sinilah ujian sejati dari kepemimpinan baru di Maluku Utara: apakah benar-benar berpihak pada masa depan, atau kembali tergulung dan atau mengulang kesalahan yang sama.
Tinggalkan Balasan