Oleh: Herman Oesman
Dosen Sosiologi FISIP UMMU
_______
“…inovasi pengelolaan parkir di Kota Ternate harus mempertimbangkan keterbatasan anggaran dan infrastruktur, namun tetap mengacu pada prinsip efisiensi, transparansi, dan keberlanjutan…”
PERNAHKAH Anda melewati atau berkunjung ke pasar tradisional Bahari Berkesan dan terminal Gamalama di Kota Ternate, Maluku Utara? Terutama pada hari-hari besar keagamaan atau hari libur? Kita akan bersepakat, bahwa OPD atau pihak terkait yang punya otoritas tidak punya kemampuan inovasi menata area parkir di lokasi tersebut. Inilah persoalan klasik kota-kota di Indonesia, dalam menghadapi kondisi perparkiran.
Memang kota-kota kecil, seperti Kota Ternate, tengah dihadapkan pada tantangan peningkatan jumlah kendaraan bermotor tanpa diiringi dengan kapasitas lahan parkir yang memadai. Permasalahan parkir yang tidak tertata menimbulkan kompeksitas kemacetan, ketidaktertiban lalu lintas, serta potensi konflik sosial yang setiap saat hampir ditemui. Pengelolaan sistem parkir di sebagian besar kota kecil, masih menerapkan model konvensional yang dikelola manual oleh petugas parkir harian, dengan pendataan pendapatan tidak jelas dan tidak transparan. Beberapa studi menyebutkan, minimnya sistem monitoring dan rendahnya adopsi teknologi telah menjadi hambatan utama dalam peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari sektor parkir. Selain itu, tata ruang perkotaan yang tidak memperhitungkan ruang parkir telah ikut memperburuk situasi kota.
Habitualisasi
Dalam kehidupan kota-kota modern, parkir bukan hanya masalah teknis penyediaan ruang, tetapi juga persoalan sosial yang mencerminkan perilaku berulang dan terlembagakan. Dalam perspektif sosiologis, fenomena ini dapat dibaca melalui konsep habitualisasi sebagaimana dikembangkan Peter L Berger dan Thomas Luckmann dalam buku mereka The Social Construction of Reality (1966). Habitualisasi, menurut Berger dan Luckmann, mengacu pada proses di mana tindakan yang diulang-ulang menjadi pola yang dapat diprediksi, sehingga membentuk rutinitas dalam kehidupan sehari-hari (Berger & Luckmann, 1966: 70).
Dalam konteks parkir, tindakan individu—misalnya, memarkir kendaraan di trotoar, pinggir jalan sesuka hati, atau bahkan di area terlarang—secara berulang kali dilakukan hingga menjadi kebiasaan yang tidak lagi dipertanyakan, walau pun itu sangat mengganggu. Perilaku parkir yang melanggar aturan namun dilakukan terus-menerus dapat membentuk habitualisasi negatif, yang kemudian membentuk institusionalisasi informal. Misalnya, ketika masyarakat kota secara kolektif memarkir kendaraan di badan jalan karena minimnya lahan parkir resmi, tindakan itu lambat laun diterima secara sosial sebagai “wajar” atau “biasa”.
Habitualisasi kemudian berkembang menjadi institusi ketika tindakan tersebut dilegitimasi oleh masyarakat. Dalam kasus parkir di Kota Ternate, dapat dilihat dengan hadirnya juru parkir liar, pungutan tidak resmi, dan toleransi aparat yang merupakan bentuk legitimasi terhadap praktik parkir yang menyimpang dari norma hukum. Ini sejalan dengan pendapat Berger & Luckmann bahwa institusionalisasi adalah ““tipifikasi timbal balik dari tindakan kebiasaan berdasarkan jenis aktor”” (1966: 72).
Habitualisasi parkir yang menyimpang sangat berdampak pada ketidakteraturan ruang kota, konflik antara pengguna jalan, hingga menciptakan ruang-ruang “abu-abu” dalam tata kelola kota. Praktik ini menandakan bahwa regulasi formal seringkali tidak mampu mengimbangi logika sosial yang berkembang dalam keseharian warga Kota Ternate. Dengan memahami parkir sebagai hasil dari proses habitualisasi, maka solusi terhadap persoalan parkir di Kota Ternate tidak cukup hanya dengan pendekatan teknis dan penegakan hokum semata. Sangat diperlukan suatu pendekatan yang memahami akar kebiasaan sosial warga serta strategi untuk mengubah habitus melalui keluarga, pendidikan, penyediaan infrastruktur yang memadai, dan reformasi tata kelola parkir.
Inovasi: Perlu Keberanian
Dengan centang perenang persoalan parkir di atas, diperlukan inovasi pengelolaan parkir yang adaptif dan berbasis teknologi agar sejalan dengan prinsip smart city, sekaligus kontekstual terhadap kapasitas fiskal dan kelembagaan Kota Ternate. Sudah perlu dipikirkan penerapan Parkir Elektronik (e-Parking). Sistem e-parking berbasis aplikasi atau mesin parkir digital sudah mulai diadopsi oleh beberapa kota kecil di Indonesia, dan ini Kota Ternate yang kecil perlu memikirkan sistem ini. Pengguna dapat membayar melalui QRIS atau e-wallet, sehingga transaksi lebih transparan dan tercatat secara real-time (Kementerian PUPR, 2021: 25). Selain itu, e-parking memungkinkan integrasi dengan dashboard Kota Ternate untuk perencanaan transportasi jangka panjang.
Skema lain adalah menggabungkan aspek inovasi teknologi dan pemberdayaan sosial. Pada beberapa kota kecil di Indonesia, sudah mulai melibatkan koperasi lokal untuk berperan dalam pengelolaan parkir sebagai bagian meningkatkan pemberdayaan ekonomi warga. Di samping itu, ikut mendorong pelatihan digital bagi petugas parkir. Selanjutnya penerapan zona parkir berbasis data. Yaitu penerapan zonasi parkir dengan tarif berbeda berdasarkan tingkat kepadatan dan lokasi strategis, dan berdasarkan hasil survei lalu lintas harian. Inovasi ini dapat mendorong rotasi kendaraan yang lebih cepat di pusat kota dan mengurangi parkir liar.
Meski masih terbatas, penggunaan CCTV dan sensor parkir berbasis IoT sudah harus dipikirkan Pemerintah Kota Ternate. Beberapa kota kecil di Indonesia mulai menerapkan sistem dengan teknologi ini. Penggunaan sistem ini diharapkan mampu memantau kondisi ruang parkir secara langsung, serta dapat memberikan peringatan secara otomatis bila terjadi pelanggaran.
Dengan lahan yang terbatas, inovasi pengelolaan parkir di Kota Ternate harus mempertimbangkan keterbatasan anggaran dan infrastruktur, namun tetap mengacu pada prinsip efisiensi, transparansi, dan keberlanjutan. Pendekatan kolaboratif antara pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi kunci keberhasilan inovasi tersebut. Pemerintah Kota Ternate harus berani melakukan terobosan dan inovasi untuk kehidupan kota yang lebih nyaman dan tentunya ANDALAN. (*)
Tinggalkan Balasan