Tandaseru — Kasus dugaan kekerasan terhadap siswi SMK Negeri 4 Halmahera Selatan, Maluku Utara, menjadi sorotan publik. Praktisi hukum satu persatu mulai angkat bicara, salah satunya adalah Hairun Rizal.
Pengacara kondang ini mengutuk keras dugaan kekerasan dan penganiayaan terhadap murid perempuan yang diduga dilakukan Kepala SMK Negeri 4 Halmahera Selatan, Taha Muhamad, dengan melibatkan 15 siswa. Akibatnya korban mengalami luka lebam serius di bagian bokong dan terpaksa tidur dengan posisi tengkurap.
“Sebagai praktisi, saya mengutuk keras tindakan barbar, eksploitasi, dan kekerasan terhadap siswa dan anak di bawah umur
yang diduga dilakukan oleh kepala sekolah itu,” tegas Hairun, Jumat (24/1/2025).
Ia menyatakan, dugaan kekerasan dan penganiayaan tersebut merupakan perbuatan pidana yang wajib ditindaklanjuti penyidik polisi yang menangani perkara sejak dilaporkan oleh korban ke Polsek Kecamatan Kayoa.
“Tinggal dilihat usia korban, apakah korban masih anak di bawah umur atau sudah kategori dewasa. Itu nanti dibuktikan dengan akta kelahiran anak. Dari situ penyidik akan menemukan keterangan apakah penggunaan pasal untuk menjerat perlaku tindakan kekerasan terhadap siswa atau anak itu menggunakan Pasal 351 ayat (1) dan (2) KUHP ataukah menggunakan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di samping itu, ada pula Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan,” jelasnya.
“Sepanjang anak atau korban kekerasan itu masih berusia di bawah 18 tahun maka secara hukum diberlakukan lex specialis (bersifat khusus), bukan lex generalis (bersifat umum),” sambung Hairun.
Ia menegaskan, tindakan kekerasan kepada anak di lingkungan sekolah tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
“Masak seorang guru dan dia kepala sekolah melakukan kekerasan dengan memukul pantat anak didiknya tersebut. Kemudian menyuruh, mengajak, dan memerintahkan anak didik yang lain secara bersama-sama untuk turut serta melakukan kekerasan terhadap korban. Ini tidak dibenarkan karena melibatkan siswa, artinya para siswa ikut dijerumuskan ke dunia kekerasan. Ingat, pelaku yang turut serta itu bisa dijerat dengan Pasal 55 KUHP, begitu juga Undang-undang Perlindungan Anak. Kalau ini terbukti maka kepala sekolah atau guru sudah menjerumuskan anak didiknya sendiri. Maka hal ini tidak bisa dibiarkan, jangan sampai anak didik jadi korban,” tegasnya.
Penasehat Hukum (PH) mantan Gubenur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba ini juga meminta agar terhadap terlapor ketika sudah diproses hukum oleh penyidik maka sudah wajib dilakukan penahanan.
“Kami mengimbau kepada penyidik di Polsek Kayoa, jika sudah lakukan proses hukum agar langsung melakukan penahanan terhadap terlapor,” pintanya.
Ketika pelaku sudah ditahan, menurut Rizal, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Maluku Utara bisa menjadikan sebagai dasar untuk mencopot pelaku dari jabatan kepala sekolah sehingga fokus untuk menghadapi proses hukum yang sedang berjalan.
“Yang bersagkutan ini tidak layak menempatkan jabatan kepala sekolah, oleh karena melakukan perbuatan yang mestinya tidak dilakukan, apalagi terhadap anak meski sudah usia 18 tahun. Sepanjang dia adalah anak didiknya yang masih berada di lingkungan sekolah, maka mestinya sebagai seorang guru harus mengayomi, mendidik, dan memberikan edukasi-edukasi yang positif bukan merusak sistem pendidikan yang berdampak serius pada psikologi anak,” katanya.
“Apalagi anak ini dipukul atau dianiaya
diharapkan teman-temannya dilingkungan sekolah. Kasus ini akan terus kami kawal, karena itu saya berharap ketika laporan resmi ini sudah masuk lalu ada upaya mediasi dari pihak terlapor kepada keluarga korban jangan sekali-kali diterima harus di proses lanjut terus,” sambungnya.
Dari hasil penelusur, ternyata tindakan dugaan kekerasan kepada siswa SMK Negeri 4 Halmahera Selatan itu sudah berlangsung lama. Bahkan sudah dianggap biasa dan membudaya. Dimana jika siswa, tidak masuk dan terlabat sekolah akan dipukul menggunakan rotan
dibagian pantat, setelah itu menyuruh siswa ikut memukul. Kasus ini akhirnya terbongkar setelah adanya korban yang melapor ke pihak aparat hukum.
Menanggapi hal demikian, Hairun Rizal mendesak Polres Halmahera Selatan dan Polda Maluku Utara agar melakukan Take Over perkara dugaan kekerasan terhadap siswa tersebut.
“Jika ternyata kejadian sudah berulang-ulang kali dan telah berlangsung bertahun-tahun, maka Polres bahkan Polda segera mengambil alih atau Take Over kasus ini. Kami juga minta kesiswaan dan dewan guru dipanggi untuk dimintai keterangan sehingga bisa ditelusuri 2 sapai 3 tahun kebelakang di masa kemimpinan kepala sekolah. Atau bisa juga kalau misalnya dalam masalah ini ditemukan ada oknum guru lain juga terlibat, maka sebenarnya harus dikembangkan oleh penyidik yang menangani perkara ini,” pintanya.
“Selalu praktisi, saa juga meminta kepada Polres Halmahera Selatan dan Polda Maluku Utara untuk mengawasi jalannya proses hukum yang dilakukan oleh Polsek Kayoa. Jangan sampai ada kerja-kerja yang sifatnya under pressure di bawa tekanan sehingga proses hukum tidak berjalan seperti yang diharapkan,” tandasnya.
Sebagai informasi, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara melalui Kantor Cabang Kabupaten Halmahera Selatan telah turun ke SMK Negeri 4 dan mengunjungi korban. Hal itu dilakukan untuk memastikan dugaan kekerasan dan penganiayaan seperti yang dilaporkan korban.
Kantor Cabang juga melakukan rapat bersama antara pihak sekolah dan orang tua wali murid pada Sabtu, 25 Januari 2025.
Sementara Kepsek Taha Muhammad yang dikonfirmasi terpisah menyatakan dirinya telah menghadap ke Polsek untuk dimintai keterangan.
“Dan saya mengakui itu, atas kekhilafan saya karena mungkin saat itu saya dalam keadaan marah. Saya juga sudah minta maaf ke pihak korban secara kekeluargaan, untuk itu saya siap untuk memberikan biaya pengobatan, kalau pun itu benar-benar terbukti sesuai dengan apa yang dilaporkan,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan