Tandaseru — Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam rangka penyusunan RUU Program Rencana Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029 dan RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2025, Rabu (16/10/2024).

Mereka mengundang perwakilan dari unsur pemerintah (Samsuddin A Kadir selaku PJ Gubernur Maluku Utara), unsur legislatif daerah (Fahmi Hakim selaku Ketua DPRD Banten), serta unsur masyarakat sipil (Rizky Argama selaku Direktur Eksekutif PSHK dan Lucius Karus selaku FORMAPPI).

Dr. Graal sebagai Wakil Ketua I PPUU memimpin Rapat Dengar Pendapat. (Istimewa)

Buka Ruang untuk Indonesia Bagian Timur

Dr. Graal R Taliawo, Wakil Ketua I PPUU, berinisiatif mengundang PJ Gubernur Maluku Utara untuk hadir dalam RDP. Menurut anggota DPD asal Maluku Utara ini, “Seminggu lalu, ketika tahu ada agenda RDP, saya antusias langsung mengusulkan kepada Ketua PPUU untuk mengundang perwakilan pemerintah dari Maluku Utara. Kami menyadari pentingnya membuka ruang khususnya bagi Indonesia bagian timur untuk menyuarakan dan terlibat mendiskusikan kebijakan di level pemerintah.” Jabat tangan bersambut, undangan ini mendapat respon positif dari PJ Gubernur Maluku Utara.

Pj Gubernur Maluku Utara menyampaikan paparannya terkait usulan rancangan undang-undang. (Istimewa)

Salah satu poin yang Samsuddin A. Kadir soroti adalah pelaksanaan otonomi daerah di Maluku Utara. Ibukota provinsi mestinya bertempat di kota. Lain hal dengan Maluku Utara. Status ibukota Provinsi Maluku Utara berkedudukan di Sofifi yang merupakan kelurahan, bukan sebagai daerah otonom.

Menurut Dr. Graal, “Situasi ini tentu berpengaruh pada proses penyelenggaran pemerintah yang selama ini tidak bisa bekerja optimal. Patut menjadi perhatian dan bisa ditindaklanjuti.”

Sebagaimana Pj Gubernur Maluku Utara, Ketua DPRD Banten juga memaparkan beberapa permasalahan di Banten dan berharap ada RUU yang berperan menjawab dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Delapan isu mengemuka adalah kemiskinan, stunting, pengangguran, ketimpangan pembangunan, kesiapan bonus demografi, degradasi lingkungan, persoalan infrastruktur, dan ketahanan pangan.