Tandaseru — Kehilangan pasangan hidup adalah salah satu fase terberat yang dialami oleh seorang wanita. Berbagai riset menunjukkan bahwa proses berduka yang dialami oleh seorang istri setelah kematian suaminya mempengaruhi kondisi psikologis dan emosional secara signifikan.
Hal ini diungkapkan Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Provinsi Maluku Utara, Syaiful Bahri. Ia mengungkapkan, pada fase awal, sering kali muncul perasaan penolakan terhadap kenyataan kehilangan suami.
“Pada fase awal setelah kematian suami, biasanya para istri mengalami penolakan secara psikologis terhadap kenyataan tersebut. Mereka sering berharap bahwa suaminya akan pulang, merasa kesepian, tidak nafsu makan, sulit tidur, serta khawatir mengenai masa depan anak-anak tanpa kehadiran suami,” ungkap Syaiful dalam wawancara, Sabtu (19/10/2024).
Rasa kehilangan yang mendalam, paparnya, sering kali semakin dirasakan saat istri berinteraksi dengan barang-barang peninggalan suami. Perasaan rindu yang kuat terhadap sosok suami membuat proses kedukaan semakin berat untuk dilalui.
“Kehilangan suami yang mendadak bisa membuat istri merasa kebersamaan dengan suami berakhir begitu cepat, dan hal ini sangat mempengaruhi kondisi emosional mereka,” ujarnya.
Selain masalah emosional, permasalahan ekonomi juga menjadi tantangan berat bagi banyak wanita yang kehilangan suaminya. Mengutip Hurlock (1999), Syaiful menjelaskan bahwa masalah ekonomi terutama dialami oleh wanita yang selama ini tidak bekerja dan hanya mengandalkan suami sebagai sumber pendapatan utama.
Tinggalkan Balasan