“Saya telah meneliti kehidupan dan karya Wallace selama lebih dari 20 tahun. Meskipun cerita yang umum adalah bahwa Wallace menemukan seleksi alam di Ternate, saya membaca beberapa penelitian yang dilakukan oleh seorang sarjana di awal tahun 1970-an, yang menunjukkan bahwa ia sebenarnya berada di Dodinga ketika ia menemukan ide tersebut,” tutur George dalam pidatonya.
Pada Januari 2018, ia mengatur untuk mengunjungi Dodinga pertama kalinya selama pelayaran SeaTrek yang ia ikuti saat memberi kuliah.
“Saya hanya mendengar dua orang barat lain yang tertarik pada Wallace yang pernah ke desa tersebut, dan saya ingin melihatnya sendiri dan membandingkan deskripsi yang diberikan Wallace tentang desa tersebut dalam bukunya The Malay Archipelago, dengan tempat yang sebenarnya. Saya sangat ingin mencoba mencari tahu di mana di desa tersebut ia tinggal, dan dari deskripsinya saya mengetahui bahwa rumahnya mungkin berada di daerah tempat kami berada sekarang,” paparnya.
Ketika kembali ke Inggris, George memastikan bahwa semua bukti memang menunjukkan bahwa Wallace berada di Dodinga pada bulan Februari 1858, ketika ia memiliki ide penting.
“Saya kemudian mengusulkan kepada SeaTrek agar kami mengunjungi Dodinga dalam pelayaran yang saya ikuti, dan agar kami bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk membuat monumen bagi tamu SeaTrek dan orang lain untuk dilihat,” kisahnya.
“Untungnya, mereka sangat mendukung saran saya, jadi sejak saat itu saya telah datang ke sini bersama tamu SeaTrek empat kali setahun -kecuali selama Covid, tentu saja. Covid menunda rencana kami untuk membuat monumen, tetapi kami melanjutkan pekerjaan pada akhir tahun 2022. Jeni dari SeaTrek, yang hadir di sini hari ini, mendesain sebuah plakat dan alasnya. Kami kemudian menunjukkan rencana tersebut kepada Rinto, kepala desa, dan dia sangat antusias dan ingin membantu,” ungkap George.
Pada Februari 2024, Azis, pemandu wisata George, yang mengetahui tentang rencana tersebut, memberi tahu Kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata Malut Kris Syamsudin tentang rencana itu.
“Kris segera mengatur untuk bertemu dengan saya dan mengatakan bahwa dia dan timnya akan senang mengerjakan proyek tersebut bersama kami. Kami sangat gembira, terutama karena kami dapat melihat bahwa akan sulit untuk menemukan tempat bagi monumen dan mengatur fondasi untuk membangunnya, dsb. Singkat cerita, Kris dan timnya mengambil alih sebagian besar pekerjaan dan kami sangat berterima kasih kepadanya dan rekan-rekannya, dan juga kepada Gubernur karena telah menyediakan dana. SeaTrek membuat plakat, dan saya menulis teks untuk papan informasi yang dirancang dengan sangat baik oleh Simon Purser. Simon juga banyak membantu dalam pengaturan acara. Saya dan Wallace Fund ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua orang ini, dan banyak orang lain yang belum sempat saya sebutkan -khususnya orang-orang hebat di Dodinga,” tandas George.
Sementara Dubes Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, dalam pidatonya memaparkan Pemerintah Inggris telah lama mendukung warisan Wallace di Indonesia melalui acara tahunan Wallacea Week British Council yang diadakan antara tahun 2017 2019. Acara ini sebagai bagian dari kegiatan sains terbuka untuk menandai 150 tahun penerbitan ‘The Malay Archipelago’, karya penting Wallace, kolektor spesimen dan ilmuwan Inggris yang luar biasa.
“Sumber inspirasinya, seperti yang ia nyatakan dengan fasih dalam karya penting ini, adalah perjalanannya yang luas melintasi Kepulauan Melayu, atau tempat yang sekarang disebut Singapura, Malaysia, Timor Timur, dan Indonesia,” paparnya.
Tinggalkan Balasan