Tandaseru — William “Bill” Russel Wallace berdiri di tengah kampung tua Dodinga, sebuah desa di Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, Sabtu (5/10/2024). 166 tahun lalu, kakek buyutnya, Alfred Russel Wallace (ARW), juga berdiri di tempat yang sama, terpukau dengan keanekaragaman hayati di pulau Halmahera.

Alfred Wallace merupakan naturalis sekaligus penjelajah, biologis, geografer, antropolog, dan ilustrator pencetus Teori Evolusi oleh Seleksi Alam. Teori yang juga melambungkan nama seorang Charles Darwin di dunia sains. Di Dodinga, Wallace tinggal selama beberapa waktu hingga terserang demam (kemungkinan malaria). Di tengah serangan sakit itu, tercetuslah Teori Evolusi.

Wallace lalu menuliskan esainya On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type atau dikenal juga sebagai Letter from Ternate atau Ternate Paper dan mengirimkannya pada Darwin. Esai itulah yang mendorong Darwin segera mempublikasikan mahakaryanya, On The Origin of Species.

Cicit Alfred Russel Wallace, William Wallace, di depan monumen Wallace di Dodinga. (Tandaseru/Ika Fuji Rahayu)

Hari itu, sang cicit Bill Wallace mengunjungi lokasi tempat lahirnya Teori Evolusi. Ia akan meresmikan prasasti yang menandai keberadaan Wallace di Dodinga pada 1858. Bill tak dapat menyembunyikan rasa harunya melihat sambutan warga setempat. Leluhur warga inilah yang telah menyambut kakek buyutnya ratusan tahun silam.

Peresmian prasasti itu terealisasi berkat kerja sama Pemerintah Provinsi Maluku Utara, SeaTrek, Yayasan Alfred Russel Wallace, dengan Kedutaan Besar Inggris di Indonesia.

Bill dalam pidatonya menyatakan setiap 100 tahun sekali muncul ide baru yang mengubah cara kita memandang dunia. Ide-ide ini sangat penting sehingga sebelum diciptakan, kita tidak sepenuhnya memahami bagaimana segala sesuatunya berfungsi. Begitu ide tersebut diwujudkan, kita melihat dunia dengan lebih jelas dan kita dapat bergerak maju membangun pengetahuan dengan pemahaman baru.

“Isaac Newton memberi kita pemahaman tentang gravitasi. Setelah kita mendapatkan ide baru ini, kita dapat memahami efek gravitasi di bumi dan mengapa planet-planet bergerak seperti itu,” tuturnya.

Jadi, hal itu membawa kita ke Dodinga pada bulan Februari 1858. Sebuah tempat yang sangat berbeda dengan kota-kota besar di barat di mana ide-ide baru biasanya diajukan. Alfred Russel Wallace di sini bekerja sebagai kolektor spesimen, yang akan dijual ke museum dan kolektor pribadi. Ia sedang menjalani setengah perjalanan ekspedisinya selama 8 tahun di Kepulauan Melayu, demikian sebutannya pada saat itu. Dia harus tinggal di dalam rumah kecil yang dia tinggali karena dia menderita penyakit yang mungkin disebabkan oleh malaria.

George Beccaloni menjelaskan tentang sejarah AR Wallace selama berada di Dodinga. (Tandaseru/Ika Fuji Rahayu)

“Pada suatu malam yang panas dia memikirkan pertanyaan tentang spesies. Selama jam-jam itu dia mendapat ide yang menjelaskan bagaimana spesies muncul. Selama beberapa hari berikutnya Wallace menuliskan ide barunya. Isinya penjelasan tentang bagaimana spesies dapat berevolusi. Teori Evolusi melalui Seleksi Alam yang ia buat ditemukan di sini di Dodinga pada bulan Februari 1858. Ia tidak memiliki siapa pun untuk mendiskusikan gagasan barunya. Tidak ada rekan akademis yang bersemangat menceritakan ide barunya. Dia sebenarnya sendirian, terputus dari sumber daya yang dibutuhkan orang lain untuk membantu mereka,” paparnya.

Tapi Wallace tenggelam dalam alam. Keindahan Indonesia yang semarak adalah laboratoriumnya. Dia sebenarnya berada di tempat yang ideal untuk menciptakan pemikiran baru tentang alam.