Oleh: Muhammad Ahsan

Praktisi Hukum

_______

BELUM lama ini kita disuguhi pemberitaan seputar banjir besar yang menerjang beberapa wilayah di Indonesia termasuk di maluku utara terutama di Halmahera Tengah yang menyebabkan ratusan hingga ribuan warga mengungsi. Walau cuaca ekstrem diklaim pemerintah sebagai faktor utama, pegiat tambang dan lingkungan mengatakan insiden ini tidak lepas dari aktivitas pertambangan di wilayah tersebut dimana beberapa Perusahaan tambang terus membuka lahan untuk penambangan baru sehingga menyebabkan fungsi alami hutan hilang.

Pada dasarnya setiap aktivitas penambangan pasti menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan seperti adanya pencemaran air sungai dan laut akibat buangan limbah dan penggunaan bahan kimia serta adanya pengerukan yang merusak struktur dan kesuburan tanah. Oleh karena itu sebagai wujud tanggung jawab dan komitmen Perusahaan untuk mengelola dan menanggulangi dampak lingkungan maka setiap pelaku usaha pada saat mengajukan izin usaha pertambangan (IUP) baik dari kegiatan eksplorasi, operasi produksi maupun fase pasca tambang wajib menempatkan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang dalam jumlah tertentu untuk memperbaiki lingkungan yang rusak akibat penambangan yang dilakukan dilokasi tambang tersebut. Dana jaminan reklamasi dan pasca tambang ini disimpan di bank nasional dalam bentuk rekening bersama antara pengusaha dan pemerintah selaku pemberi izin.

Dengan demikian kegiatan reklamasi dan pascatambang tidak dapat dipisahkan dari pertambangan. Reklamasi pertambangan adalah proses pemulihan dan rehabilitasi lahan bekas pertambangan agar dapat digunakan kembali atau dikembalikan pada kondisi alaminya setelah kegiatan penambangan selesai atau dihentikan. Reklamasi ini bisa dilakukan dalam bentuk menutup kembali lubang bekas galian tambang, menghijaukan kembali lahan yang kering dan gersang, ataupun merubah bekas tambang menjadi lahan produktif seperti pertanian, kehutanan atau sebagai tempat wisata. proses reklamasi ini tidak perlu menunggu kegiatan penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan. Reklamasi bisa dilakukan secara bersamaan dengan berlangsungnya penambangan. Jadi reklamasi tidak harus menunggu sampai lahannya mulai rusak baru direklamasi.

Kewajiban reklamasi dan pasca tambang diatur di dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, dan Peraturan Menteri energi dan sumber daya mineral Nomor 7 tahun 2014 tentang pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang pada kegiatan usaha pertambangan dan mineral. Namun demikian meski sudah diatur dalam berbagai regulasi, tapi masih banyak pengusaha tambang yang belum patuh dalam menempatkan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang, bahkan tidak melasanakan kegiatan reklamasi dan pasca tambang setelah selesai melakukan penambangan. Hal ini tentunya mengakibatkan Puluhan ribu hingga ratusan ribu hektare lahan bekas tambang di berbagai provinsi di Indonesia ditinggalkan begitu saja sehingga meninggalkan lingkungan yang rusak berupa lubang-lubang bekas penambangan yang kemudian dapat menimbulkan kecelakaan berupa korban jiwa, bencana alam seperti banjir, pencemaran lingkungan dan tanah longsor.

Bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan Perusahaan pertambangan tidak melaksanakan reklamasi dan pasca tambang yaitu:
pertama perusahaan tambang tersebut sejak awal tidak memiliki dokumen rencana reklamasi dan pascatambang sebagai pedoman dalam melaksanakan reklamasi dan pascatambang. Tidak adanya dokumen rencana reklamasi dan pasca tambang bisa jadi indikasi bahwa perusahaan itu tidak menempatkan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang pada saat mengajukan permohonan izin usaha pertambangan atau bisa jadi menempatkan dana jaminan tapi nilainya tidak sesuai dengan tercantum dalam dokumen reklamasi dan pascatambang sehingga dananya tidak cukup untuk memperbaiki bekas penambangan yang rusak. Ini tentu menandakan lemahnya perizinan sejak awal ditambah sanksi di dalam UU Minerba terkait dengan ketidakpatuhan penempatan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang sanksinya hanya administrasi berupa teguran tertulis sampai pencabutan IUP dan inipun masih sangat lemah diimplementasikan.

Kedua, pemerintah kurang tegas untuk memaksa atau mendorong perusahaan pemilik izin usaha pertambangan (IUP) agar melaksanakan reklamasi dan pascatambang atau melakukan upaya-upaya untuk memastikan reklamasi berjalan seperti menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan reklamasi dan pasca tambang dengan menggunakan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang tersebut. Bahwa perlu diketahui Penempatan dana jaminan reklamasi dan pascatambang tidak menghilangkan kewajiban perusahaan pemegang IUP operasi produksi untuk melaksanakan reklamasi dan pascatambang. Apabila perusahaan pemegang IUP operasi produksi enggan atau tidak sanggup melaksanakan reklamasi dan pascatambang maka pemerintah dapat menetapkan pihak ketiga untuk melaksanakan reklamasi dan pascatambang dengan menggunakan jaminan reklamasi dan pascatambang yang tersimpan di bank Pemerintah tersebut. Pelaksanaan reklamasi itu harus dilakukan paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu.
Ketiga, lemahnya fungsi pengawasan terkait dengan reklamasi dan pascatambang. Selama ini yang bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang adalah Inspektur tambang. Namun karena minimnya jumlah dan kapasitas personal inspektur tambang untuk mengawasi ribuan usaha pertambangan yang tersebar di seluruh Indonesia mengakibatkan pengawasan ini belum berjalan dengan efektif apalagi anggaran operasional untuk melakukan pengawasan sangat terbatas dan ini membuat pengawasan tidak bisa bertindak dengan tegas.