Kita menyadari, selama ini kehidupan masyarakat berada di tengah perkembangan kapitalisme dan teknologi yang telah membuat “locus of power” meminjam ungkapan Wirutomo (1994) di dalam masyarakat begitu tersebar dan menjadi liar. Di mana-mana hadir kekuatan ekonomi dan kekuatan lain yang saling tarik-menarik. Otonomi daerah yang menjanjikan kesejahteraan, perebutan kekuasaan yang meninggalkan deretan dendam politik, himpitan kebutuhan ekonomi di tengah angka kemiskinan dan pengangguran yang makin melambung, serta longgarnya keteladanan yang menjadi role model bagi warga seolah menjadi sesuatu yang langka ditemukan akhir-akhir ini. Yang hadir kemudian dalam kehidupan ini adalah rajinnya kita memproduksi pelanggaran-pelanggaran moral dan membuncahnya berbagai kejahatan yang ujung-ujungnya belum memberikan kepastian kemana semua pelanggaran itu bermuara.
Kita membutuhkan kesadaran bersama (conscience collective) sebagai upaya mensinergikan realitas sosial dengan tindakan yang kita lakukan. Kesadaran bersama (conscience collective) menurut Emile Durkheim (1858-1917) merupakan totalitas kepercayaan dan sentimen yang secara bersama diyakini oleh warga masyarakat dalam upaya membentuk sebuah sistem bagi kehidupannya. Kesadaran bersama ini perlu diperkuat untuk membentengi diri, keluarga, dan warga dari tindakan-tindakan kejahatan. Karena sekecil apapun tindakan yang mengarah pada kriminalitas merupakan teror yang dapat merusak tatanan sosial.
Kita sama berharap, teror kriminalitas dapat segera diselesaikan dan tidak menjadi beban bagi warga dalam membangun rasa aman dan nyaman. Kiranya, kasus-kasus yang memilukan dapat menjadi pelajaran untuk lebih menguatkan lembaga sosial dan hubungan komunal, sekaligus menjaga lingkungan sosial kita masing-masing. (*)
Tinggalkan Balasan