Tentu saja, meskipun teori psikoanalisis telah mencapai tahap kesempurnaan, tidak berarti luput dari kritikan-kritikan. Pada tahun 1885-1886 Freudbelajar pada Jen Charcot mengenai pengobatan misteri dengan metode hipnotis, Freud tidak puas dengan metode itu karena hasilnya dianggap bersifat sementara dan tidak menyinggung sumber penyakit.
Setelah itu dia belajar pada Dr. Breuer tentang metode katarsis, suatu cara pengobatan dengan membiarkan pasien mencurahkan kesulitannya dan dokter mendengarkan (hall, 1980:18). Pada waktu dia mengobati pasien dengan metode Breuer itulah Freud menemukan psikoanalisis dalam hal ini terlihat kaitan antara ingatan yang dilupakan dengan gejala histeri dan arti gejala itu dapat di nyatakan setelah pasian dimasukan dalam keadaan hipnotis. Freud nampaknya kurang puas dengan metode Breuer, kemudian dia menggunakan sugesti dalam keadaan sadar yang kemudian ditinggalkannya pula dan setelah itu dia beralih pada metode asusiasi bebas (Bertens, 1979:xvii) dan metode itulah yang definitif dalam psikoanalisis.
Ada tiga prinsip fundamental dalam teori Freud, yaitu prisip konstansi, prinsip kesenangan, dan prinsip realitas. Prinsip konstansi cenderung mempertahankan kuantitas ketegangan psikis pada taraf yang serendah mungkin atau setidak-tidaknya pada taraf yang sedapat mungkin stabil. Konstansi atau stabilitas itu dihasilkan dengan cara: menghindarkan bertambahnya ketegangan, misalnya, melalui jalan “pertahanan” (melawan pertahanan ketegangan) dan dengan melepaskan energi psikis yang ada dalam subjek.
Prinsip kesenangan mengutamakan pada penghindaran ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan. Prinsip itu dianggap sebagai versi subjektif prinsip konstansi dalam arti sejauh ketidaksenangan bertalian dengan bertambahnya kuantitias ketegangan psikis dan kesenangan dikaitkan denga berkurangnya kuantitas ketegangan psikis. Pada awal kehidupan psikis, yaitu pada anak, kedua prinsip itu lama-kelamaan, subjek (pencari kesenangan) harus mempertimbangkan realita sehingga pemuasan secara lansung ditangguhkan, dalam hal ini disesuaikan dengan realitas dan justru itu hadir prinsip realitas, suatu prinsip kesenangan yang di sesuaikan dengan realitas. Suatu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan realitas. Kehidupan psikis adalah konflik daya-daya psikis yang berlangsung menurut tiga prinsip tadi.
Struktur Kepribadian
Menurut Freud (dalam Suryabrata, 1988:145-149, dan Suyanto dkk. 1990:62-65) struktur kepribadian terdiri dari: id, ego, dan superego. Id merupakan aspek biologis, sistem orisinal dalam kepribadian atau disebut juga dunia batin manusia yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif. Ia berisi hal-hal yang dibawa sejak lahir (insting) dan sebgai reservoir energi psikis untuk menggerakkan ego dan super ego. Lagipula, id cenderung menghindarkan ketidakenakan dan mengejar keenakan dengan cara refleks dan reaksi otomatis (bersin dan berkedip), dan proses primer, yaitu orang lapar membayangkan makanan.
Berbeda dari id, ego merupakan aspek psikologis kepribadian yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan dengan realitas. Ego berpegang pada prinsip kenyataan dan bereaksi dengan proses skunder –suatu proses berfikir realitas dan dengan proses itu ego menyusun suatu rencana pemuasan kebutuhan dan mengujinya apakah rencana itu berhasil atau tidak.
Sedangkan superego adalah aspek sosiologis kepribadian, nilai-nilai tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana di tafsirkan orang tua kepada anak dalam bentuk perintah atau larangan sehingga anak dapat menyesuaikan tangka lakunya dengan perintah dan larangan itu. Super ego berisi conscientia dan ich ideal. Conscientia menghukum orang dengan perasaan berdosa, sedangkan ich ideal menghadiahi orang dengan perasaan bangga atas dirinya sendiri. Super ego berfungsi merintangi dorongan ide yang bersifat seksual dan agresif yang tidak sesuai dengan masyarakat, mendorong ego untuk mengejar hal-hal yang bersifat moralitis, dan mencapai kesempurnaan. Dengan demikian superego lebih bersifat pencapaian kesempurnaan daripada pencapaian kesenangan.
Dalam pemikiran Freud bahwa energi psikis dapat berpindah tempat tetapi tidak dapat hilang. Energi psikis dapat dipindahkan ke energi fisiologis atau sebaliknya. Perantara energi tubuh dengan kepribadian adalah id dan intrinsik-intrinsiknya (dalam Suryabrata, 1988:146-150). Insting mempunyai peranan penting dalam proses psikis karena insting adalah sejumlah energi yang memancarkan perintah dalam proses psikis. Insting berada dalam Id dan ada dua macam: Insting hidup dan insting mati. Yang pertama adalah untuk melayani individu agar tetap hidup, misalnya makan, minum, seksual, dan bentuk energi yang di pake oleh insting hidup adalah libido; insting yang kedua bersifat merusak atau membawa individu pada keinginan untuk mati, semua pada hakekatnya akan mati.
Dari insting mati adalah dorongan untuk bertindak agresif, misalnya perbuatan merusak dan berkelahi dengan orang lain. Kedua insting itu dapat bercampur, misalnya terlibat pada kegiatan makan. Makan mempunyai pada dua sisi: satu sisi sebagai kebutuhan hidup dan satu sisi lagi terkandung kegiatan menggigit dan mengunyah yang merupakan manifestasi insting mati.
Energi psikis semuanya berasal dari Id. Energi itu didistribusikan dan digunakan oleh ketiga aspek kepribadian. Karena kuantitas kepribadian itu terbatas, dalam penggunaanya terjadi persaingan antara Id dan Ego, dan Superego. Ego tidak mempunyai energi sendiri, ia meminjam dari Id. Mekanisme perpindahan energi dari Id ke Ego disebut identifikasi, suatu proses yang dilakukan individu dalam menemukan kebutuhannya, yaitu dengan belajar membandingkan dan membedakan apa yang ada dalam batinnya dan apa yang ada dalam kenyataan (proses skunder).
Tinggalkan Balasan