Walaupun tes IQ sering digunakan untuk menentukan tingkat gangguan retardasi mental, tetapi ada kriteria lain yang digunkan untuk melakukan diagnosis. Pendekatan kedua lebih fokus pada masalah yang sejauh ini memengaruhi kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pendekatan kedua lebih fokus pada pencarian bukti dari kegagalan mengembangkan keterampilan yang diperlukan agar mampu berfungsi secara efektif ketika individu tumbuh semakin dewasa. Jadi untuk menentukan diagnosis dari adanya retardasi mental pada individu, tidak hanya cukup melihat tingkat IQ subjek, tetapi juga mengindetifikasi kemampuan subyek dalam menyesuaikan diri dan memenuhi tuntutan dan perannya di lingkungannya.
Gangguan retardasi mental lebih umum terjadi di kalangan laki-laki dibandingkan perempuan. Retardasi mental ringan juga paling umum terjadi di kalangan laki-laki dari subjek dengan latar belakang ekonomi bawah atau keluarga yang kurang mampu (Roeleveld et al., 1997). Hanya 25% dari kasus retardasi mental yang dapat diidentifikasi penyebabnya. Diantara penyebabnya tersebut adalah:
- Kondisi genetic, termasuk didalamnya don syndrome and fragile X syndrome
- Penyakit infeksi, termasuk rubella, parental syphilis, and encephalitis, polusi dan pencemaran lingkungan, termasuk didalamnya, merkuri, car, polusi gas karbondioksida, timbal dan sejenisnya
- Kejadian antenatal, termasuk infeksi selama masa kehamilan, tokso plasma, gangguan indokri, seperti hypothyroidism dan bakteri lainnya
- Trauma perinatal, termasuk terjadinya asphyxia selama proses persalinan.
Gejala Umum Retardasi Mental
Gejala retardasi mental berbeda-beda pada setiap penderita, tergantung pada tingkat keparahannya. Berikut beberapa gejala umum yang dapat dialami penderita retardasi mental seperti, kesulitan berbicara, kemampuan untuk duduk, merangkak atau berjalan sendiri yang lebih lambat dicapai bilang dibandingkan dengan anak-anak lain, kesulitan dalam mempelajari kegiatan sehari-hari, seperti berpakaian dan makan, kesulitan dalam mengendalikan emosi, seperti mudah marah, kesusahan mengenali situasi mana yang membahayakannya, Penalaran yang buruk dan sulit memecahkan suatu masalah dan daya ingat yang buruk.
Cara Menangani Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan disabilitas yang berlangsung seumur hidup dan tidak bisa disembuhkan. Meski begitu, ada beberapa terapi khusus untuk mengembangkan kemampuan pasien agar dapat menjalani aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Terapi khusus melibatkan kerja sama antara tim dokter, psikolog, pengajar, pengasuh, dan orang tua pasien. Beberapa metode terapi yang dapat dilakukan adalah:
- Terapi okupasi, untuk mengajarkan pasien cara mengerjakan aktivitas sehari-hari, seperti makan, mandi, dan berpakaian
- Terapi wicara, untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasi
- Terapi perilaku, guna mengubah perilaku pasien menjadi lebih positif
- Terapi fisik, untuk melatih pasien dalam meningkatkan fungsi gerak tubuh.
Di samping beberapa terapi di atas, dokter dapat melakukan penanganan lain untuk meredakan gejala yang dialami pasien retardasi mental berat. Tindakan yang diberikan antara lain:
- Obat antikonvulsan, untuk menangani kejang
- Obat pelemas otot, untuk mengatasi gangguan pengendalian gerak tubuh
- Alat bantu dengar, untuk membantu pasien dengan gangguan pendengaran.
Orang tua juga dapat membantu perkembangan anak yang menderita retardasi mental dengan melakukan beberapa upaya berikut:
- Membimbing anak untuk mencoba hal-hal baru
- Mengajarkan anak cara untuk melakukan sesuatu secara mandiri
- Memperhatikan perkembangan anak di sekolah atau pada sesi terapi dan membantunya mempelajari ulang apa yang telah dipelajarinya
- Mengikutsertakan anak dalam aktivitas kelompok yang membutuhkan kerjasama, komunikasi, dan interaksi
- Mencari tahu lebih dalam tentang retardasi mental, baik melalui konsultasi ke dokter maupun orang tua lain yang anaknya memiliki kondisi serupa.
Tinggalkan Balasan