Hal ini bisa dilihat dari setiap pemilu legislatif, partai politik sibuk merekrut orang-orang untuk menjadi calon anggota legislatif yang bukan dari kader partai. Hal ini pertanda bahwa partai di daerah miskin kader karena proses pengkaderan tidak berjalan dengan baik.

Alasan bahwa tokoh di luar partai politik tidak memiliki keringat atas kerja-kerja partai untuk mendapat kursi legislatif adalah alasan yang tidak berdasar. Karena problem kita adalah demokrasi biaya tinggi. Untuk mendapatkan kursi legislatif orang bisa mengeluarkan biaya miliaran rupiah untuk membayar suara rakyat. Apalagi di Maluku Utara ini, nilai satu suara tidak main-main. Bisa ratusan ribu bahkan jutaan.

Partai politik telah gagal dalam melakukan pendidikan politik, sehingga bangunan politik yang jurdil tidak tercapai. Pembajakan suara rakyat sering terjadi. Partai pun turut merusak sendi-sendi demokrasi itu sendiri, karena partai politik tidak bisa mencegah politik uang yang merajalela di setiap momentum pemilu.

Sehingga pemilu menjadi wahana aduk logistik, bukan adu gagasan, karena partai politik membutuhkan logistik yang cukup besar untuk menghadapi pemilu. Inilah yg disebut keringat politik oleh pimpinan partai politik.

Seharusnya, partai menjalankan fungsinya dengan maksimal untuk menjaring tokoh terbaik di daerah, di internal maupun eksternal partai politik untuk menjadi calon kepala daerah.

Karena nasib daerah ini 5 tahun ke depan tidak bisa diserahkan kepada pimpinan partai politik atau kader partai semata. Kita berharap partai betul-betul menjalankan fungsinya sebagai rekruitmen pemimpin dengan menemukan calon kepala daerah terbaik dari semua elemen masyarakat.

Sehingga pilkada yang dibelanjakan dengan uang daerah ratusan miliar dapat menghasilkan pemimpin yang bisa membawa perubahan daerah. Untuk mewujudkan hal ini, pimpinan partai seharusnya bertemu untuk merumuskan kriteria sebagai satu alat ukur yang menjadi standar partai politik dalam mengusung calon kepala daerah.