Klimaks dari keretakan hubungan AGK–Abah Acim terjadi ketika AGK tersandung kasus korupsi. Bagi Al Yasin Ali melanjutkan tugas dan tanggung jawab sebagai Plt Gubernur merupakan momentum melakukan konsolidasi struktur birokrasi dengan merombak pimpinan OPD yang dipandang sebagai “kaki tangan” AGK. Dan pergantian pejabat pun terkesan sebagai akumulasi kekecewaan dan dendam akibat disharmonisasi hubungannya dengan AGK sekaligus melampiaskan syahwat kekuasan dari seorang mantan bupati dua periode tanpa mempedulikan tindakan dan kebijakannya bisa menjadi penawar menyembuhkan patologi birokrasi di Pemprov Malut.

Secara normatif tugas wakil kepala daerah membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan kepala daerah dan melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan. Artinya secara konstitusional wakil kepala daerah tidak memiliki kewenangan apapun bila tidak memperoleh pendelegasian dari kepala daerah. Peran wakil kepala daerah tak ubahnya seperti ban serep sebuah mobil.
Inilah problem konstitusional yang jadi pemicu konflik kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dengan demikian ke depan selain pola komunikasi yang efektif di antara keduanya, juga diperlukan komitmen politik kepala daerah yang menempatkan wakil kepala daerah sebagai mitra strategis dalam mengelola pemerintahan daerah. (*)