“Jarang ada orang lokal yang datang ke sini (penangkaran, red). Paling hanya peneliti. Tapi kalau turis semuanya orang asing,” akunya.

Ya, minat warga Pulau Bacan terhadap “harta karun” ekologis di pulau mereka memang begitu kecil. Saat mencari kebun kupu-kupu milik Alisi, misalnya, sejumlah warga yang saya temui di Desa Marabose tampak kebingungan.

Padahal tak begitu jauh letak penangkaran itu dari permukiman warga. Dari jalan raya Desa Marabose, pengunjung harus masuk melewati jalan tani kurang lebih 1 kilometer. Jalan ini sudah bisa dilewati kendaraan roda dua maupun empat. Pun sudah ada beberapa rumah dibangun di antara kebun warga.

Setelah memarkir kendaraan di tepi jalan tani, perjalanan dilanjutkan berjalan kaki kurang lebih 500 meter. Jangan khawatir, medannya landai dan jalannya sudah sering dilalui petani.

George Beccaloni, entomolog asal Inggris sekaligus Direktur AR Wallace Correspondence Project, memimpin trip ke kebun kupu-kupu Alisi. George mengenal Alisi dari Facebook. Ia sudah beberapa kali ke penangkaran tersebut.

George Beccaloni memberikan penjelasan kepada rombongan trip KM Ombak Putih. (Tandaseru/Ika Fuji Rahayu)

George bilang, kupu-kupu pada dasarnya merupakan hewan liar. Karena itu Alisi membiarkan atap jaring raksasanya berlubang di beberapa tempat agar hewan ini bisa keluar masuk. Alisi juga menanam tanaman-tanaman yang disukai kupu-kupu di kebunnya.

The females can fly out to get nectar forum some plants. They like particular shrub called Mussaenda,” terangnya.

George tak lupa melakukan pertunjukan indah, ia meletakkan Golden Birdwing di wajahnya. Pertunjukan ini sudah sering dilakukan George, namun baru kali ini ia juga menggunakan betinanya.

Hewan cantik itu hinggap di dahi George, mengepak-ngepakkan sayapnya yang lebar. George lalu melakukan hal yang sama ke kupu-kupu jantan yang memiliki warna kuning dominan. Aksi ini mendapat sambutan meriah para tamu.

***

Keberadaan penangkaran Alisi memudahkan turis maupun peneliti yang hendak mempelajari kupu-kupu Wallace. Ahli kupu-kupu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Peggie Djunijanti, bahkan meneliti penangkaran ini. Hasil penelitiannya diterbitkan dalam jurnal ilmiah Treubia Volume 48 (I) Edisi Juni 2021 dengan judul “Assessing In-situ Semi-natural Butterfly Breeding Approach of Ornithoptera Croesus (Papilionidae) on Bacan Island, Maluku Utara, Indonesia”. Ini merupakan penelitian bersama Peggie dengan Neville Duncan, Sarino, dan Sih Kahono.

Peggie dan koleganya menuliskan, Wallace’s Golden Birdwing Butterfly merupakan spesies endemik Pulau Bacan. Ia memiliki subspesies berbeda yang tersebar di Bacan, Halmahera, dan Morotai, bahkan hingga Kasiruta dan Mandioli.

Sebuah penelitian pada tahun 2016 menemukan kupu-kupu ini hanya memiliki sedikit jumlah di Cagar Alam Gunung Sibela, di mana hanya satu sampai dua orang yang pernah melihatnya langsung di ketinggian 20 meter, 200 meter, 400 meter, dan 800 meter di atas permukaan laut.

Berkurangnya keberadaan kupu-kupu ini disebabkan maraknya aktivitas manusia di hutan, seperti penebangan, pembukaan lahan untuk perkebunan, dan perburuan. Minimnya jumlah kupu-kupu ini harus menimbulkan kesadaran akan pentingnya penangkaran.

George Beccaloni memotret ulat yang kelak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. (Tandaseru/Ika Fuji Rahayu)

Alisi yang telah belasan tahun membudidayakan Wallace’s Golden Birdwing Butterfly kerap melepas sebagian kupu-kukunya ke alam liar untuk menjaga habitatnya. Tanaman-tanaman yang ditanamnya dalam kandang raksasa menarik perhatian kupu-kupu sebagai tempat bertelur maupun mendapatkan nektar.

Jika ada tanaman yang terpantau memiliki telur kupu-kupu atau ulat di dahannya, Alisi akan membungkusnya dengan jaring. Langkah ini untuk menghindari telur dan ulat dimakan predator dan parasit. Alisi lalu mengecek kondisi telur dan ulat tiap hari. Jika dahan tersebut sudah kehabisan daun, ia akan memindahkan ulat ke dahan lain yang punya lebih banyak daun sebagai sumber makanan. Ulat-ulat tersebut dirawatnya hingga bermetamorfosis menjadi kepompong lalu kupu-kupu.

Peggie dan koleganya menilai keberadaan penangkaran sangat membantu kupu-kupu mendapatkan tanaman untuk bertelur maupun tanaman sumber nektar di satu tempat yang sama. Sebab kupu-kupu biasanya menghabiskan banyak energi untuk terbang dari satu tempat ke tempat lain demi mendapatkan tanaman untuk bertelur dan tanaman sumber nektar.

Namun kandang raksasa Alisi disarankan untuk ditutup bagian lubang-lubangnya untuk mencegah kupu-kupu lepas dan mengurangi risiko kematian kupu-kupu akibat serangan burung maupun parasit. Tentu langkah ini bakal membutuhkan lebih banyak pekerjaan mengumpulkan secara manual telur maupun ulat dari tanaman di luar kandang untuk dipindahkan ke dalam kandang demi keamanannya.

Demi menjaga keberlangsungan habitat kupu-kupu endemik, perhatian pemerintah maupun pemangku kepentingan lain amat dibutuhkan. Salah satunya dengan mendukung langkah penangkaran dan memberikan fasilitas yang dibutuhkan penangkar. Selain itu, mempertahankan kealamian hutan sebagai habitat kupu-kupu menjadi suatu keharusan.