“Mengapa saya lebih menekankan soal manusia?” tanyanya di sela-sela diskusi.

Pertama, misalnya petani kangkung yang tanahnya digusur dan profesi ini sudah terancam punah. Hal ini dikarenakan tanah di Ternate makin sempit dan pengusaha demi meningkatkan bisnisnya mereka melakukan berbagai cara untuk memperoleh lahan—termasuk bekerja sama dengan pemerintah untuk memperoleh status legalitas tanah dan ini yang terjadi di Fitu. Padahal tanah-tanah tersebut adalah warisan leluhur dan secara hukum diakui oleh hukum adat.

Masalah tanah di Kota Ternate ini juga berkaitan dengan persoalan penataan ruang yang tidak efektif dan karena pemerintah tidak melakukan kajian yang tidak melibatkan aspek sosial- budaya. Mereka, pemerintah lebih utamakan ekonomi-politik sehingga yang dikejar adalah pertumbuhan ekonomi daerah.

Karena tata ruangnya kacau-balau sehingga ketika hujan deras sering terjadi banjir. Misalnya di Fitu ini daerah ketinggian dan system drainase mestinya dibangun juga sumur serapan. Hampir semua drainase di Ternate tidak ada sumur serapan sehingga saat hujan deras mereka yang di ketinggian aka naman, tetapi, masyarakat daratan rendah menjadi sasaran banjir.

Kedua, terkait masalah sampah. Pengelolaan sampah secara efektif bukan soal memperbanyak pengangkut sampah (armada sampah roda tiga) di tingkat kelurahan karena justru dijadikan projek yang menguntungkan segelintir orang.

“Bagi saya, yang harus dilakukan adalah melibatkan semua RT, imam, badan syara’, pemuda, ibu PKK di semua kelurahan dan anggaran pembelian armada sampah roda tiga digunakan untuk membayar upah mereka.

Pria yang biasa disapa Yayo ini juga menjelaskan perlu ada pemilahan sampah baik organik maupun nonorganik agar dapat dikelola atau didaur ulang dan menjadi salah satu pendapatan sampingan ibu-ibu, pemuda dan remaja. Contoh sampah organik dikelola jadi kompos yang bisa dijual dan menekan pengeluaran petani. Sedangkan botol air mineral bisa dijual sebagai air isi ulang dan plastik lainnya pun bikin hiasan rumah, bunga dan kreativitas lainnya yang dapat dijual.

“Selain itu, perlu memasukkan kurikulum kesehatan lingkungan di tingkat sekolah dasar. Siswa-siswi Sekolah Dasar diajarkan tentang hidup sehat dan ramah lingkungan. Kalau ini dilakukan, maka, pengelolaan sampah secara efektif dapat diwujudkan. Karena kesadaran ramah lingkungan dibentuk pada anak ditingkat Sekolah Dasar dan ketika orang dewasa membuang sampah pada sembarangan tempat, maka yang menegurnya adalah anak-anak,” ujarnya.