Oleh: Indra Abidin, S.Pd.,M.Pd

Akademisi Universitas Bumi Hijrah (Unibrah) Tidore – Maluku Utara; Sekretaris Bidang Pembinaan Mahasiswa DPD KNPI Provinsi Maluku Utara; Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga PW GPII Maluku Utara

_______
MEMASUKI tahun 2024 Pemilihan Umum (Pemilu) semakin dekat. Hingar-bingar politik menyambut pesta demokrasi lima tahunan tinggal menghitung hari. Oleh karena itu, soal mendasar untuk memilih wakil rakyat perlu dikemukakan. Hal ini berkaitan dengan terpilihnya representasi publik di lembaga legislatif yang berkualitas. Calon anggota legislatif (caleg) yang didorong jadi keterwakilan rakyat adalah yang benar-benar pikirnya dikenal, langkahnya terbaca, mengetahui secara mendalam persoalan yang dihadapi masyarakat.
Bukan sebatas kedekatan emosional dengan masyarakat, atau pun sebaliknya; lalu mengabaikan kualitas. Sebab kualitas akan mengarah pada roda pembangunan yang sedang maupun akan berjalan. Produk yang dihasilkan juga memiliki kualitas. Salah satu tugasnya anggota legislatif ialah pengawasan.

Pengawasan juga dipahami secara teratur agar peran wakil rakyat jadi maksimal. Hal ini memiliki kaitan dengan wawasan, rekam jejak, pernyataan-pernyataan caleg di media, baik cetak maupun online, dilengkapi dengan perannya di tengah masyarakat; penting untuk diperhatikan bersama.

Harapannya, lembaga legislatif dapat diisi oleh orang-orang yang peduli dan bertanggungjawab ketika diberikan kepercayaan oleh masyarakat. Misalnya, aktif bicara pada sektor ekonomi, sektor pendidikan, dan sektor kesehatan yang memerlukan pengontrolan, pengawasan ke evaluasi sampai peningkatan. Bukan sebaliknya, hadir sebagai wakil rakyat tanpa mengetahui besarnya tugas yang diemban. Cermati semua hal ialah bagian dari imbauan KPU agar masyarakat tidak salah pilih.

Berarti bahwa bukan sekadar ikut meramaikan selayaknya sebuah pesta tetapi menyadari pentingnya masa depan bangsa di hari depan. Saya ingin memulai dengan dasar tersebut, kemudian yang lain, atas apa yang telah diurai oleh Ni’matul Huda (2017:198) kesan yang muncul selama ini, anggota DPRD cenderung arogan, kurang dewasa dalam bersikap, sumber daya manusianya kurang berkualitas, apakah itu berupa peraturan daerah, pengawasan terhadap kepada daerah, pemilihan kepala daerah, ataupun dalam menjalani kemitraan dengan eksekutif daerah kurang memuaskan rakyat yang diwakilinya.

Dibuka dengan hal itu, akan mengarahkan pada kesadaran bahwa Pemilu sebagai medium mekanisme demokrasi–yang di dalamnya rakyat diberikan hak untuk memilih siapa yang akan mewakili suara dan aspirasinya. Bukan sebatas ritual lima tahunan. Setidaknya ada dua hal; pertama mengevaluasi wakil yang rakyat yang telah dipilih kemarin. Apa fungsi yang melekat padanya telah dikerjakan dengan baik. Seperti yang telah disampaikan di atas, yakni mengikuti perkembangan lewat media, baik tivi, cetak maupun online.

Kedua, selain fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan adalah kehadiran di tengah masyarakat. Bentuk kehadirannya, seperti mudah diajak diskusi dengan pemuda-mahasiswa guna peningkatan literasi, berbagi pengalaman (sebagai satu sumber ilmu pengetahuan), membahas soal-soal negara, memberikan penjelasan lebih jauh tentang perannya dalam memberikan pendapat dan pertimbangan kepada daerah terhadap perjanjian internasional di daerah. Bukan sebaliknya, hadir saat membutuhkan suara rakyat.