Sekali lagi, karena ini ranah atau kompetensi peradilan pidana, yang oleh MA hanya mengabulkan atau menolak sesuai dengan apa yang tertuang dalam memori kasasi, tidak lebih dari itu. Perlu dipahami juga bahwa suatu perkara yang diputuskan di tingkat kasasi, MA hanya menitikkan pada tiga hal, yakni apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya (Pasal 253 KUHAP).

Jadi suatu perkara pidana dalam tingkat kasasi bukan tentang bagaimana kedudukan, kemampuan, serta harkat dan martabat seorang terdakwa berstatus ASN disidangkan kembali, kemudian mendapat penguatan dari MA untuk kembali kepada jabatannya, melainkan hanya bersifat mengoreksi putusan pengadilan di bawahnya. Jika benar, maka dikabulkan. Jika sebaliknya, maka ditolak. Tidak ada embel-embel lain, atau klausul mengenai perintah kepada seorang terdakwa yang kemudian menjadi alasan bagi Gubernur Maluku Utara mengangkat kembali Imran Yakub dalam jabatan yang sama.

Dengan demikian, terlepas dari kekeliruan Gubernur menafsirkan putusan MA dengan menyebut sebagai “perintah”, maka cukup kembali kepada aturan yang bersifat spesialis, yakni UU ASN, maupun Peraturan Menteri sebagaimana saya sebutkan di atas.

Saran kepada Gubernur

Jangan melihat aspek beneficial politics yang pada akhirnya hanya menguntungkan Anda semata. Jangan pula senyampang karena menjelang akhir masa kepemimpinan, sehingga kebijakan mengenai rolling jabatan harus mengabaikan prinsip dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jadi setop buat alasan memalukan dengan pandangan-pandangan yang keliru. Waktu Anda tidak lama lagi turun takhta, wariskan hal-hal baik untuk umat dan bangsa. Jelaskan ke masyarakat, apa urgensinya melantik Imran Yakub? Secara kapabilitas, apa idenya untuk kemajuan pendidikan Maluku Utara? Paitua mangarti katarada? Itu saja! (*)