Harjon mengaku selama ini pihaknya belum melakukan uji laboratorium mengenai kondisi baku mutu air di teluk ini. Itu dikarenakan DPLH tidak memiliki wewenang pengawasan lingkungan pesisir dan laut, semenjak kewenangan tersebut diambil alih pemerintah pusat.

 

“Ini soal batasan kewenangan, laut ini torang daerah sudah tidak ada urusan,” ungkap dia.

 

Meski begitu Harjon menegaskan, pihaknya tetap tidak tinggal diam ketika ada pengaduan masyarakat. Seperti saat terjadi banjir bercampur sedimentasi yang meluap hingga ke laut.

 

DPLH kata dia, siap menindaklanjuti pengaduan masyarakat dengan berkoordinasi kepada pihak perusahaan, dan meminta mereka untuk bertanggungjawab melakukan penanggulangan.

 

Seperti halnya keluhan masyarakat tentang sedimentasi parah di Moronopo. PT NKA selaku perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut akhirnya melakukan penanganan sedimentasi dengan metode penyedotan (geotube).

Upaya penanganan sedimentasi dengan cara disedot geotube oleh PT NKA di site Moronopo.(Tandaseru/Ardian Sangaji)

Meski begitu, metode geotube ini menurut Harjon tidak efektif. Sebab, meskipun sedimen terus disedot hingga bertahun-tahun lamanya, tetap saja akan ada lumpur yang terbawa banjir saat hujan.

 

“Saya lagi tegur ke dorang suruh kasih stop dorang punya penanganan menggunakan geotube itu,” cetus dia.

 

Harjon mengemukakan, masalah lingkungan di Teluk Buli memang harus mendapat perhatian serius pemerintah pusat dan ditangani secara khusus.

 

Ekosistem Mangrove Alami “Stunting”

Ekosistem mangrove di pesisir Moronopo merupakan salah satu pesisir di Teluk Buli yang paling parah terdampak sedimentasi mengandung nikel dari wilayah konsesi PT NKA.