“Hanya satu (para-para) saja yang terisi dari hasil tangkap bagan tadi malam,” ungkap Adam kepada tandaseru.com, Kamis (12/10).

 

Adam menghela nafas, sejenak dia terdiam, saat ditanya capaian hasil tangkap nelayan bagan kini. Sebagai salah satu pemilik bagan di Kota Maba, Adam mengaku, kurang lebih setahun terakhir hasil tangkap menurun drastis.

 

Tahun-tahun sebelumnya, kata dia, total hasil tangkap sebulan paling sedikit 500-600 kilogram, dan paling banyak 1-2 ton. Itu hasil ikan teri yang ditimbang setelah dijemur kering. Namun, hasil dari 1 bagan yang dioperasikan 4-5 orang nelayan kini menurun tajam karena hanya berkisar 100-350 kilogram.

 

Jika diuangkan penghasilan bagan dulunya bisa Rp 15-20 juta. Hasil bersih setelah dipotong ongkos operasional, dan bahan bakar minyak (BBM). Tapi sekarang, rata-rata hasil sebulan hanya Rp 7 juta. Bahkan tak jarang pula hanya bisa menutupi ongkos operasional.

 

Kondisi itu membuat pendapatan perorang nelayan ikut terjun bebas menjadi Rp 2 juta sebulan. Imbasnya, banyak nelayan terpaksa meninggalkan bagan dan beralih ke pekerjaan lain.

 

“Banyak (bagan) yang kolaps karena sudah tidak dapat karyawan, dan bagannya hanya jadi pajangan di pantai sampai rusak,” akunya.

Hasil tangkap nelayan di Desa Soagimalaha turun drastis, hanya satu dari empat para-para penjemuran terisi.(Tandaseru/Ardian Sangaji)

Khusus di Kota Maba saja ungkap Adam, kini hanya tersisa 2 unit bagan yang masih melaut. Salah satu bagan itu adalah miliknya.

 

Dahulu, sekitar belasan tahun silam, bagan di Kota Maba berkisar hingga 30an unit. Bila semua bagan melaut, maka pemandangan malam di Teluk Buli nampak berjejer kerlap-kerlip lampu bak kota di atas laut.

 

Adam mengungkap, kini tidak jarang pula nelayan terpaksa menambah waktu operasi bagan dari yang normalnya 16 malam dalam sebulan menjadi 21-22 malam. Itu dilakukan demi memaksimalkan hasil tangkap.

 

“Kita kasih habis bulan sampai purnama itu, hanya mau cari uang saja itu,” keluh dia.

 

Senada dengan cerita Adam, Ridwan H. Syukur yang memiliki 2 unit bagan di Desa Soa Sangaji sejak tahun 2012, mengaku merasakan penurunan drastis hasil tangkap bagannya.

 

Awal merintis usaha perikanan tangkap ini, dalam 1 unit bagannya kata Ridwan, bisa menghasilkan 1 ton ikan teri kering sebulan. Hasil itu mulai menurun signifikan, dan puncaknya terjadi mulai sekitar tahun 2020 sampai sekarang seiring banyaknya perusahaan tambang yang kembali aktif beroperasi.

 

Hasil ikan teri dalam satu bagan sebulan kini hanya mampu mencapai 100-200 kilogram. Kalau pun ada hasil tertinggi maka mentoknya hanya sampai 500 kilogram.

 

“Makanya saya bilang semenjak perusahaan belum beroperasi itu ikan masih dapat, tapi 2020 naik sampai ini memang hancur, banyak nelayan mengeluh,” kesal dia.

 

Alhasil, keluhan nelayan di Kota Maba dan Maba ini ditepis oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Halmahera Timur.