Menurut Ridwan, buruknya upaya mitigasi dari perusahaan tambang mengakibatkan pesisir dan laut tercemar sedimentasi lumpur saat setiap kali turun hujan. Seperti yang terjadi di pesisir Moronopo, Kecamatan Kota Maba yang merupakan areal konsesi PT Nusa Karya Arindo (NKA).

 

Masyarakat yang resah pun sudah berulangkali menggelar aksi unjuk rasa ke PT NKA dan menuntut perusahaan tersebut bertanggung-jawab atas masalah sedimentasi.

 

“Kalau musim panas permukaan laut itu jernih tapi dasar laut itu lumpur,” ujar dia.

 

Akibat lumpur sudah mengendap di dasar laut, lanjut Ridwan, jaring bagan atau yang oleh nelayan setempat disebut kofo, jadi kotor dengan lumpur. Jaring yang diangkat pun semakin berat karena lumpur yang menempel.

 

“Kalau dulu jaring biar tidak cuci sampai satu bulan gelap habis itu tidak kotor, sekarang ini satu malam saja, biar kofo yang baru lagi, warnanya hitam bagus satu malam saja dorang angkat sudah cokelat,” jelas dia.

 

Reza Bisnu (47 tahun) nelayan bagan asal Desa Buli Karya, Kecamatan Maba, juga mengeluhkan hal serupa. Ini terjadi di hampir setiap titik areal penangkapan ikan.

 

“Merah semua jaring, lumpur merah melekat,” kata Reza.

 

Reza bilang, meski kerap dikeluhkan, sebagai nelayan kecil mereka tidak dapat berbuat banyak. Sebab, areal penangkapan ikan juga tepat berada di sekitar pulau-pulau yang kini ditambang perusahaan.

 

“Keadaan yang ada ini kan kiri-kanan tambang, jadi mau bagaimana lagi,” ucap Reza pasrah.

 

Selain masalah sedimentasi, nelayan Teluk Buli pun mengeluhkan adanya aktivitas lalu-lintas kapal pengangkut ore nikel. Setiap hari, belasan kapal berlalu-lalang maupun berlabuh di areal tangkap bagan.

 

Seperti yang sering dialami Adam Muzakir (39 tahun). Nelayan bagan di Desa Soagimalaha, Kecamatan Kota Maba ini mengatakan, nelayan merasa sangat terganggu dengan adanya kapal tongkang dan tug boat yang berlabuh atau melintas terlalu dekat dengan bagan.

 

“Areal yang dibayar ini pulau dan daratan saja, laut ini kan semua punya. Setidaknya ada pengertian dari pihak perusahaan, supaya ketika kami sudah mencari ikan atau sudah berlabuh di tempat ikan itu mereka bisa mengerti kami,” jelas Adam, Kamis (12/10).

 

Kapal yang berlabuh dan menyalakan lampu sorot disaat malam pun dianggap sangat mengganggu operasi bagan. Sebab, bagan adalah alat tangkap ikan yang memanfaatkan penerangan lampu listik dari generator set (genset) untuk menarik ikan-ikan kecil, dan cumi mendekati jaring bagan.

 

Torang (kami) punya lampu bagan kalah terang dengan lampu sorot dari kapal. Makanya saat angkat jaring kadang tidak ada ikan,” ungkap Adam.

Daftar perusahaan tambang yang beroperasi di sekitar Teluk Buli.(sumber data: Minerba One Map Indonesia/Desain grafis: Ardian Sangaji)

Sebagaimana dikutip dari laman https://momi.minerba.esdm.go.id/public/, PT MJL merupakan perusahaan pertambangan nikel di Pulau Mabuli, Kecamatan Maba, atas Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan Bupati Halmahera Timur melalui SK Nomor: 188.45/140-545/2009. SK itu berlaku mulai tanggal 28 Oktober 2009 dan berakhir pada 28 Oktober 2028. PT MJL sampai saat ini telah melakukan operasi produksi di atas  wilayah konsesi seluas 394.10 hektar

Sementara PT NKA adalah anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang beroperasi di Site Moronopo, Kecamatan Kota Maba, atas IUP yang diterbitkan Menteri ESDM melalui SK Nomor: 1105/1/IUP/PMDN/2022. SK tersebut berlaku mulai 29 September 2022 dan berakhir pada 19 September 2030. PT NKA telah melakukan tahapan operasi produksi di atas wilayah konsesi seluas 20.763 hektar.