“Kami menyambut baik Aksi Muda Jaga Iklim sebagai gerakan orang muda untuk ikut berkontribusi mendorong target nol emisi, salah satunya dengan adanya penanaman pohon, dan jelas ini sangat membantu kita untuk tercapainya target nol emisi,” ucap Asep.

Menjaga ekosistem hutan dan laut oleh orang muda penting dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, terlebih di wilayah Timur Indonesia yang menjadi benteng terakhir perlindungan alam di Indonesia.

“Benteng alam terakhir kita ada di Indonesia Timur. Kalau hutan dan laut kita disana rusak, kita yang ada di Jakarta pun merasakan dampaknya baik secara ekonomi hingga lingkungan,” ungkap Nina Nuraisyah, Direktur Komunikasi dan Mobilisasi Anak Muda Yayasan EcoNusa.

Tidak hanya melalui aksi kolaborasi di AMJI, menurut Nina upaya perlindungan ekosistem hutan dan laut termasuk mangrove perlu lebih dikenalkan bahkan sampai ke dunia.

“Mulai tahun ini, kolaborasi EcoNusa dan Pramuka melahirkan mangrove badge ini untuk mengenalkan mangrove Indonesia ke
dunia. Harapan besarnya adalah dengan mangrove badge ini, pengayaan tentang mangrove dapat dilakukan secara masif dan mendorong kelestarian mangrove, sehingga target net zero emission bisa tercapai, kualitas udara kita membaik, dan kita bisa menjawab masalah krisis iklim yang kita hadapi bersama,” paparnya.

Senada dengan itu, Fakhri N. Syahrullah menyoroti pentingnya ekosistem mangrove dalam menyimpan jejak karbon dari atmosfer dan menggarisbawahi perlunya menghitung kemampuan penyerapan karbonnya.

“Upaya menanggulangi krisis iklim ini adalah gotong royong kita bersama. Dari aksi-aksi dalam rangkaian Aksi Muda Jaga Iklim tahun ini, kita bisa menghitung emisi karbon yang terserap dan bagaimana kontribusinya terhadap masalah lingkungan yang kita hadapi. Misalnya penanaman pohon, bagaimana dampaknya terhadap kualitas udara kita,” papar Fakhri.