Oleh: Sofyan A. Togubu
Pegiat Literasi
_______
AKHIR-AKHIR ini sepanjang jalan di Kota Tidore Kepulauan kita dapat melihat warga menjual buah durian di atas trotoar, tepatnya di gerbang pelabuhan Rum, bahkan di lokasi wisata. Warga yang berjualan ini sebelumnya melakoni berbagai profesi, ada yang berjualan sayuran dan ikan di pasar. Namun, mereka kini memanfaatkan musim durian untuk mendapatkan uang.
Dari sisi kanan gerbang, tempat jualan buah durian ini berdekatan dengan Taman Rum Balibunga, di Kelurahan Rum Balibunga, sehingga selain menikmati buah durian bisa merasakan sejuk lantaran taman dinaungi pepohonan nan rimbun. Sebagai orang Tidore, saya pun tak mau ketinggalan momen penting yang hanya datang musim-musim tertentu membeli lalu mencicipi durian langsung ditempat. Sebab diyakini jika durian yang sudah melewati lautan rasanya sangat berbeda. Namun demikian, keyakinan ini tergantung pada masing-masing individu.
Ada hal menarik dengan adanya musim durian ini berupa tradisi Gahi Duria Ma Sou atau syukuran atas hasil panen durian. Nurdin Safrudin, pemuda Kelurahan Rum yang dikenal selalu memperkenalkan budaya Kota Tidore di kalangan anak muda ini menegaskan tradisi Gahi Duria Ma Sou biasanya dilakukan di pertengahan atau di akhir musim durian. Adapun proses dan tahapan tradisi ini ketika musim durian di Tidore khususnya di Kelurahan Rum.
Tahap pertama dikenal dengan tofo wehe atau pembuatan rumah jaga durian. Yang berhak untuk melakukan proses ini adalah anak/cucu keturunan laki-laki dari pemilik durian atau orang yang ditugaskan oleh anak cucu laki-laki. Kedua, jaga durian. Pada tahap ini proses jaga durian dilakukan secara bergantian mulai dari keturunan laki-laki yang tertua kemudian disusul oleh yang lainnya. Ketiga, Gahi Duria Ma Sou, tahapan ini akan dilakukan proses pembacaan doa di mana buah durian yang disajikan merupakan durian pilihan dan kualitas terbaik.
Selain masyarakat Rum, warga di kampung Afa-Afa Kecamatan Tidore Utara pun melakukan hal sama. Jufri Ismail (dalam buku berjudul Mengenal Negeri Adat Afa-Afa, tahun 2021 hal. 37) menyatakan bahwa ritual syukuran (panen durian) ini merupakan sebuah ungkapan doa sebagai tanda bersyukur kepada Allah SWT atas limpahan rezekinya. Upacara ini hanya dilakukan pada saat memasuki musim panen. Kemudian bahan yang disajikan dalam acara tersebut adalah 9 buah duren, makanan telur dan air putih. Untuk pembacaan doa dilakukan oleh Tokoh Adat bersama imam, syaraa dan warga sekitarnya.
Tinggalkan Balasan