Tandaseru — Bawaslu Republik Indonesia telah merilis enam provinsi yang berpotensi memiliki kerawanan tinggi politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) di Pemilu 2024. Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menyebut provinsi tertinggi pertama yakni DKI Jakarta; kedua, Maluku Utara (Malut); ketiga, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lalu keempat, Papua Barat (Papbar); kelima, Jawa Barat (Jabar); dan keenam, Kalimantan Barat (Kalbar).

Lolly saat meluncurkan data pemetaan kerawanan pemilu dan pemilihan serentak 2024 mengenai isu strategis politisasi sara, pada Selasa (10/10) berharap, enam provinsi berpotensi kerawanan tertinggi soal isu politisasi SARA ini memiliki strategi dalam melakukan pencegahannya.

Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara Masita Nawawi Gani menjelaskan, dalam data tersebut setidaknya mengidentifikasi empat indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kerawanan politisasi SARA. Indikator tersebut adalah kampanye bermuatan SARA di tempat umum, kampanye bermuatan SARA di media sosial, penolakan calon dengan alasan SARA, dan kekerasan berbasis SARA.

Menurut Masita, jika membaca data, maka ada informasi yang menyebutkan bahwa isu agama seringkali dimainkan dalam kampanye politik, terutama di tingkat kabupaten/kota, sedangkan isu etnis/kesukuan mendominasi kekerasan berbasis SARA, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Ini karena etnis dan agama merupakan bagian dari identitas kolektif yang mudah diprovokasi, terutama di wilayah-wilayah yang sudah memiliki sejarah konflik antaragama atau etnis.

Ia menjelaskan, data pemetaan kerawanan pemilu dan pemilihan serentak 2024 mengenai isu strategis politisasi SARA yang menempatkan Provinsi Maluku Utara masuk dalam posisi kedua akan membuat Bawaslu semakin awas.

“Ini menjadi pengingat agar kita lebih dini menyiapkan ikhtiar dalam rangka menyusun langkah-langkah bersama menghadapi potensi praktek politisasi SARA pada Pemilu 2024,” tegasnya.