Oleh: Igrissa Majid

Indonesia Anti Corruption Network

________

PEMERINTAH tidak perlu merencanakan waktu yang lama untuk menciptakan peristiwa berbahaya bagi warga negara. Salah satu cara paling sederhana, cukup membuat aturan main yang menjebak. Di atas kertas, aturan dibuat dengan senyap, lalu disahkan tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna. Itulah yang kita lihat serial legasi kebengisan di babak akhir kekuasaan jelang 2024.

Jejak pengesahan RUU KPK, Omnibus Law, RKUHP, hingga RUU Kesehatan, semuanya membahwa bahaya. Terakhir RUU Kesehatan yang dibahas sejak Agustus 2022 baru diketahui publik jelang Maret 2023. Bagi tenaga kesehatan WNI, barangkali ini adalah jalan akhir dalam kiprahnya di bidang pelayanan kesehatan. Berakhirlah sudah kemerdekaannya sebagai pahlawan sejati untuk menyelamatkan nyawa orang-orang yang terbaring di rumah sakit. Sebab, atas nama kerja sama antar negara, kedaulatan kesehatan harus menjadi taruhan; pemerintah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi tenaga kesehatan asing. Masalah? Ya!

Ironi Kemerdekaan

Tapi memang demikian, watak penjajahan yang berakar lama telah mengubah karakter penguasa menjadi pecundang. Nasionalisme dan kedaulatan di berbagai sektor senantiasa diguncang oleh kekuatan asing yang masuk lewat berbagai kebijakan.

Kemerdekaan sejatinya harus membebaskan perilaku ketergantungan dengan negara lain, walaupun derasnya arus globalisasi terus menghentak. 78 tahun merayakan kemerdekaan mestinya menjadi momentum perayaan atas kumpulan-kumpulan kemarahan publik selama ini.

Bukan sekadar menjadi pertunjukan makan kerupuk dan berteriak “merdekaaaa” tapi rapuh dalam berbangsa. Jika hanya sebatas itu, akibatnya, pemerintah kehilangan substansi bernegara untuk memenuhi hak setiap warga negara. Memenuhi hak kedaulatan jutaan tenaga kesehatan untuk menentukan kebijakannya sendiri, tanpa perlu intervensi tenaga kesehatan dari negara asing.

Ironi memang, sejatinya kita sudah memasuki fase melampaui kemerdekaan, yakni menjadi negara yang lebih mandiri. Hakikatnya kita merayakan kemerdekaan mestinya lebih bermakna, yakni kemerdekaan dari kejahatan penguasa, merdeka dari jeratan kepentingan oligarki, merdeka dari segala intervensi asing. Tapi faktanya memang tidak demikian.