Oleh: Sofia Miranda Kharie
Anggota Forum Studi Independensia
_______
SAAT ini sedikit generasi penerus yang berkeinginan untuk menjadi petani karena asumsi petani itu tidak perbenghasilan yang pasti, rendah, dan lainnya. Mereka kerap kali malu atau minder dengan pekerjaan petani. Padahal jika kita mengulik, petani sosok yang penting di negara ini, karena memproduksikan pangan, yang setiap hari kita konsumsi. Banyak yang sekadar menjadikan bertani sebagai hobi bukan pekerjaan yang diprioritaskan. Anak muda zaman sekarang lebih menyukai pekerjaan di gedung pencakar langit yang beruangan AC. Bahkan pemuda yang nganggur, lebih memilih menganggur dibandingkan menjadi petani. Fenomena ini sangat memprihatinkan padahal banyak kesempatan untuk menjadi petani, namun kebanyakan muda-mudi lebih memilih menganggur. Lalu menunggu dibukanya loker (lowongan kerja) untuk menjadi karyawan atau pegawai negeri sipil (PNS).
Petani dianggap bukanlah pekerjaan yang cocok untuk anak muda, dalam mengejar cuan. Sebab, banyak sekali muda-mudi yang beranggapan bahwa petani, ialah pekerjaan yang tidak pantas bagi anak muda, tertinggal, dan lain sebagainya.
Bidang pertanian tak lagi menarik minat anak muda, khususnya dari generasi Z. Berdasarkan hasil survei Jakpat (Jajak Pendapat), hanya 6 dari 100 generasi Z berusia 15-26 tahun yang ingin bekerja di bidang pertanian. Ada sejumlah alasan mengapa banyak generasi Z yang tak ingin bekerja di bidang pertanian. Sebanyak 36,3% responden beralasan tidak adanya pengembangan karier. Lalu, 33,3% responden menilai bekerja di bidang pertanian penuh risiko yang harus ditanggung.
Dilansir dari Kata Data ada 20% responden enggan bekerja di bidang pertanian karena pendapatannya kecil. Sebanyak 14,8% responden tak ingin bekerja sebagai petani karena merasa tidak dihargai. Sedangkan, 12,6% responden menilai pekerjaan di bidang tersebut tidak menjanjikan. Padahal penghasilan buruh tani saja berkisar dari Rp 50 ribu s/d Rp 100 ribu per hari, dengan bekerja hanya 10 jam di ladang. Ungkap ibu saya, yang bekerja sebagai petani singkong. Menurut ibu saya, jika ulet dalam bertani, mungkin kita dapat berpenghasilan jutaan rupiah setiap panen.
Saya juga merasakan itu setiap memanen singkong, per karungnya dihargai Rp 100 ribu, dalam 1 karung paling banyak berisi 10-20 batang singkong. Jika kita memiliki 1 hektare ladang saja, bisa beratus-ratus batang singkong yang dapat tumbuh. Lalu menghasilkan berjuta-juta penghasilan dalam setiap panen. Jika penghasilan petani ini disandingkan dengan gaji UMR di Maluku Utara yang per bulannya sekitar Rp 2.976.720, masih sedikit dibandingkan dengan petani. Mungkin yang membuat banyak muda-mudi sekarang tak menyukai bekerja sebagai petani, karena bekerja di luar ruangan, langsung dengan paparan sinar matahari yang mengena kulit.
Sektor pertanian perlu kiranya regenerasi untuk masa depan, dan sebagai penopang perlawanan terhadap ancaman-ancaman di masa depan. Petani muda juga sebagai penyuntik semangat bagi petani-petani tua, yang hampir habis tenaganya untuk melakukan perlawanan. Dalam mempertahankan lahannya, yang kadangkala direnggut oleh kebijakan yang menyeleweng.
Tinggalkan Balasan