Oleh: Igrissa Majid
Founder Indonesia Anti Corruption Network
_______
BAHASA kekuasaan memang sangat puitis, tapi dalam kelugasannya sangat menyeramkan. Bahasa kekuasaan yang sedemikian bengis itu pada kenyataannya berbahaya bagi hak asasi manusia setiap warga negara. Narasinya sangat indah tapi menipu. Lantas bagaimana posisi hak asasi manusia dalam kekuasaan dengan penggunaan bahasa yang manipulatif?
**
Titik awal manipulasi itu soal ketidakjujuran retoris dalam kebijakan. Semua aturan nyaris dibuat dengan kepalsuan untuk menyumbat nalar kritis warga negara. Noam Chomsky dalam tulisannya bahwa “bahasa” merupakan mata uang kekuasaan dalam pentas elektoral (S. Benyamin, 2022). Bahkan bagi kelompok pendukung kekuasaan, kata-kata yang terlontar mungkin sangat inspiratif.
Dalam konteks komunikasi politik misalnya, para pemangku kebijakan terlihat malas untuk memperhatikan kepentingan publik. Tetapi agar tampak merakyat, mereka menciptakan kata-kata bercorak eufemisme, hanya saja jauh dari makna yang sebenarnya (Z. Nasution 2007).
Ambil contoh, misalnya pembangunan IKN. Kata presiden, salah satu alasan pemerintah memilih Kalimantan sebagai IKN yaitu minimnya risiko bencana alam (BRIN, 2022). Kalimat yang disampaikan presiden justru bermakna sebagai kalimat peredam amarah warga Kalimantan. Karena di saat bersamaan, pembangunan itu justru mengancam eksistensi masyarakat adat, dan kehidupan flora fauna. Dan, tentunya menguntungkan kepentingan oligarki.
Memang, bahasa yang dituturkan penguasa sebagian besar hanya terdiri dari ungkapan-ungkapan yang tidak jelas, patut dipertanyakan. Karena bahasa dari kalangan politisi (baca : penguasa) dirancang untuk: membuat dusta yang kedengarannya benar, dan membuat pembunuhan kedengarannya mulia, dan membuat omong kosong kedengarannya meyakinkan (Thomas & Wareing, 2007).
Eufemisme yang disampaikan berbeda dengan pendapat pembela hak asasi manusia, maknanya lebih lugas. Sebagai contoh, penggalan ucapan Rocky Gerung yang menyebut “Bajingan Tolol” terhadap kebijakan presiden. Ucapan tersebut jelas maknanya bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah terkait IKN itu sangat bengis. Kata-kata Rocky adalah perlawanan yang semestinya dilihat dalam sudut pandang hak asasi manusia, bahwa ucapan tersebut bagian dari kebebasannya sebagai warga negara.
Tinggalkan Balasan