Menurutnya, kinerja Kejati patut dipertanyakan, bahkan boleh dikatakan sangat minim. Sebab penyelamatan keuangan negara beberapa tahun terakhir jika dibandingkan dengan Polda Malut, jauh lebih baik daripada Kejati.

“Makanya jangan heran, masalah tindak pidana korupsi publik lebih memilih melapor ke pihak Polda ketimbang ke Kejati, karena masyarakat mulai ragu dengan kinerjanya,” sambung Abdul Kadir.

Ia menyarankan, Kejati Malut fokus menangani kasus dan tidak menumpukkan kasus-kasus yang ada. Apalagi para pejabat di provinsi maupun kabupaten/kota yang punya kaitan dengan kasus tersebut nama baiknya menjadi terkatung-katung.

“Setiap kasus yang ditangani diekspos ke publik agar kesan ditangani dengan serius akan tetapi status hukumnya tidak ada. Kasihan juga para pejabat yang sudah dipanggil dan diperiksa, namun kejelasan kasus itu tidak ada,” tukasnya.

Abdul Kadir menambahkan, saat ini publik Malut sudah bisa menilai dan mengukur sejauh mana kerja-kerja penegak hukum, khususnya Kejati Malut, dalam menangani kasus korupsi.

“Ini kan tunggakan kasus banyak, menumpuk di meja penyidik, paling tidak penanganan kasusnya per triwulan diukur sudah sejauh mana progresnya biar jelas,” tandasnya.