Senada dengan itu, menurut data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dirilis Bawaslu RI, Maluku Utara adalah daerah yang memiliki daya rentan akan potensi pelanggaran dan konflik kepentingan politik tertinggi setelah DKI jakarta dan Sulawesi utara. Penempatan Maluku Utara sebagai daerah dengan tingkat kerawanan tinggi ketiga nasional tersebut bukan semata-mata berdasarkan dugaan dan asumsi tetapi bersumber dari data dan fakta yang dikumpulkan dari kepolisian, instansi terkait, dan data internal Bawaslu Malut dalam penanganan pelanggaran selama pemilu berlangsung.
Dalam konteks itu, tantangan besar hajatan kompetisi demokrasi di Malut dari periode ke periode baik rezim pemilu dan pilkada tak terlepas dari praktek politisasi SARA, ujaran kebencian, berita bohong dan politik uang serta potensi pelanggaran netralitas ASN. Disaat yang bersamaan pula, tak kalah banyak kaum pemerhati Demokrasi, aktivis sosial dan mahasiswa meneriakkan pekikan bernada kritis karena saking tidak demokratisnya suatu kontestasi dan kompetisi demokrasi di level lokal.
Pertanyaannya, Bisakah kita optimis atau justru kritis terhadap skenario arus demokrasi yang sedang berkembang ditengah arus global dewasa ini? Georg scrensen, seorang profesor bidang sosial dan ekonomi internasional di Universitas Aarus, Denmark, mengatakan bahwa esensi demokrasi adalah adanya kompetisi, partisipasi dan kebebasan.
Di mana kompetisi meniscayakan adanya kesempatan atau hak yang setara bagi seluruh warga negara untuk turut mewujudkan tujuan kolektif negara tersebut. Partisipasi meniscayakan adanya kewajiban seluruh warga negara untuk ikut serta mewujudkan tujuan kolektif suatu negara. Dan kebebasan adalah kekuasaan atau hak yang diberikan kepada warga negara untuk melakukan dan memilih apa saja tanpa adanya paksaan eksternal selama tidak mencederai hak-hak warga negara lain atau hal kolektif suatu negara.
Kebebasan bertujuan melindungi setiap manusia, termasuk perlindungan terhadap originalitas dan kedaulatan hak pemilih dalam proses politik dan demokrasi pemilu tanpa tercederai bahkan dimanipulasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Konsepsi ini memiliki relevansi yang kuat dengan Demokrasi ala Tocquevile yang merupakan pembelaan cerdas bagi bahaya yang mengiringi keuntungan aturan main demokrasi.
Di mana demokrasi yang bertujuan untuk memberikan kemerdekaan kepada rakyat haruslah mengandung moral publik. Suatu ego partikular setiap manusia kedalam ego universal bernama rakyat. Baru pada konteks inilah “fox populi” alias suara rakyat dapat menjadi “fox dei” suara Tuhan.
Tinggalkan Balasan