Ia bilang, IDI merupakan ukuran untuk memotret kualitas perilaku demokrasi pemerintah dan masyarakat di sebuah wilayah. IDI diukur khusus di Indonesia, sehingga berbeda cara pengukurannya dengan indeks-indeks lain yang unit analisisnya antarnegara.
“Telah menjadi rujukan untuk pembangunan politik nasional dan daerah. IDI memiliki keunggulan data dan informasi detail karena dikumpulkan melalui kasus dan data riil.
Dengan data tersebut dinamika kualitas demokrasi lebih mudah dijelaskan dan diintervensi (diperbaiki) oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam perjalanannya IDI memperoleh masukan dari akademisi, masyarakat, pemerintah daerah, K/L, hingga dari DPR. Sebagai tindak lanjut masukan-masukan tersebut diinventarisir beriringan dengan evaluasi pada data dan hasil IDI yang telah dihitung,” papar Insaf.
IDI diharapkan dapat menjadi ukuran demokrasi yang sesuai dengan falsafah Pancasila sehingga arah pembangunan
politik Indonesia tidak menyimpang dari ideologi bangsa. Dengan demikian ukuran-ukuran yang digunakan IDI diharapkan mengandung nilai-nilai penting dalam Pancasila.
“Kebebasan proses sejauh mana sektor-sektor yang berbeda memperoleh independensi dan otonomi dari kekuatan politik otoriter lama dan kemudian dapat menetapkan kepentingan mereka sendiri. Kesetaraan proses sejauh mana kelompok minoritas atau pun subaltern secara substansial dapat memiliki akses pada sumber daya di berbagai sektor dan dapat menikmati kesetaraan dalam mengakses sumber daya dan kekuasaan,” terangnya.
“Sumber data berupa dokumen berupa Perda, Pergub, Perbup, surat edaran dan sebagainya, Focus Group Discussion (FGD), Surat Kabar dan Big Data,” tandas Insaf.
Tinggalkan Balasan