Urgentnya, jika sudah ada peraturan mengenai perdagangan pengaruh bisa dibuat dalam peraturan terpisah, maka besar kemungkinan kelompok-kelompok yang berkepentingan yang diduga terinfiltrasi dalam rancangan kebijakan dengan cara yang ilegal, dapat dikenakan pidana. Banyak contoh nyata di semua sisi kekuasaan, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif yang telah melakukan skandal perdagangan pengaruh.

Memang secara etik, dapat berpijak pada Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik maupun UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Namun, lebih dari itu, UU Tipikor pun belum dapat menjadi kekuatan untuk merespons soal skandal perdagangan pengaruh.

Oleh karena itu, solusinya adalah perdagangan pengaruh harus diatur dalam bentuk yuridis dengan mengacu pada Pasal 18 huruf (a) dan (b) UNCAC, yang detailnya menegaskan kepada negara pihak dapat mengambil tindak legislatif dan lainnya untuk menetapkan kejahatan pidana, jika terdapat unsur kesengajaan atau secara langsung maupun tidak langsung oleh pejabat publik atau orang lain, siapapun, memperoleh manfaat yang tidak wajar atau tidak semestinya. (*)