Oleh: Igrissa Majid

Founder Indonesia Anti-Corruption Network

________

SUDAH menjadi rahasia umum, penyelenggara negara yang memiliki penghasilan di luar pekerjaan utamanya. Lazimnya, mereka memanfaatkan jabatan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Secara etik, memang banyak pelanggaran norma hukum yang mulai mencuat dalam ruang publik hari-hari ini. Paling tidak, mencuatnya skandal Rafael Alun Trisambodo adalah satu dari sekian penyelenggara negara dari pusat hingga daerah, yang mengonfirmasi bahwa benar adanya perdagangan pengaruh (trading in influence) di luar batas etik penyelenggara negara.

Pada pengalaman sebelumnya, misalnya skandal “Papa Minta Saham” dan kasus Ketua DPD RI, Irman Gusman, memberi isyarat bahwa modus perdagangan pengaruh jelas memudarkan nilai kepatutan dan kepantasan dalam status sebagai penyelenggara negara.

Pertanyaannya, bagaimana pola perdagangan pengaruh yang dipraktikkan selama ini? Apakah faktor lemahnya nilai etik sebagai standar pijakan penyelenggara negara?

Pola Perdagangan Pengaruh

Dalam Policy Paper, Indonesia Corruption Watch, 2014, membuat kesimpulan bahwa setidaknya ada dua pola perdagangan pengaruh yang digunakan, yakni pola vertikal dan horizontal.