Sedangkan sang kakak, Sultan Oesman Sjah, adalah sosok yang mengupayakan surat kabar itu punya badan hukum. Bersama Tirto, ia membentuk perusahaan NV Javaansche Boekhandel en Drukkerij en handel in schrijfbehoeften “Medan Prijaji” pada tahun 1908. Badan hukum tersebut dicatat sebagai NV pribumi pertama dan sekaligus NV pers pertama dengan modal sebesar 75.000 gulden Belanda yang terdiri atas 3.000 lembar saham.

Sultan Oesman dan Bupati Cianjur saat itu, Raden Aria Adipati Prawiradiredja I, bahkan menjadi penyumbang dana besar Medan Prijaji. Keduanya masing-masing menyumbang 1.000 gulden dan 500 gulden.

Dilansir dari tirto.id, Tirto dan Fatimah adalah sosok-sosok bumiputra yang dengan berani melawan kekuasaan kolonial. Keduanya menggunakan cara-cara modern dan terpelajar untuk memberi penyadaran kepada rakyat terjajah yang tertindas. Alat perjuangan mereka adalah surat kabar, pendidikan, dan ilmu pengetahuan.

Wikipedia menuliskan, Medan Prijaji didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan Hindia Belanda yang pada saat itu berusaha menyebarkan pandangan tunggal kolonialnya. Misi surat kabar mingguan ini adalah membela nasib rakyat dan kritis terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Medan Prijaji memuat banyak kritik pedas bagi pemerintah dan alamat pengaduan bagi setiap pribumi yang diperlakukan tidak adil oleh kekuasaan.

Sejarawan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate Irfan Ahmad mengatakan Boki Fatimah memiliki potensi besar bila diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional dari Maluku Utara.