Karena itu, sambungnya, perguruan tinggi di daerah kecil selalu merasa kesulitan sebab fasilitas pendukung tidak memenuhi syarat.
“Minimal untuk kita bersaing dengan standar yang dibuat itu. Jadi kami di daerah kesulitan standar minimal sehingga kami tidak terpenuhi. Satu contoh sederhana saja, kalau kita bicara di bidang kemahasiswaan, bagaimana kami mau juara Peksiminas kalau kami tidak punya standar gedung atau fasilitas yang bisa kita pakai untuk bisa bersaing dengan teman-teman di luar yang fasilitasnya luar biasa,” tegasnya.
“Bagaimana kita bisa bersaing di bidang olahraga, kami tidak punya gedung olahraga dan fasilitas lain mendukung itu. Bagaimana kita bersaing di tingkat akademik lebih baik kalau kami tidak punya standar fasilitas pendukung pembelajaran mencapai tersebut. Sementara persyaratan diuji memiliki fasilitas sudah internasional. Jangankan nasional, regional saja belum fasilitas pendukung tapi kita dituntut sama dengan fasilitas dipakai teman-teman di Jawa dan Sumatera itu kita harapkan,” tuturnya.
Menurutnya, keluhan tersebut juga dirasakan kampus swasta yang ada di Maluku Utara.
“Bukan cuman keinginan saya saja tapi teman-teman di perguruan tinggi swasta. Saya rasa yang datang ke sini mendengarkan suara kita dan jangan lupa juga Pak Abdul Kahar,” harapnya.
Sekadar diketahui, turut hadir dalam acara tersebut yakni Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan, Kemendikbud Ristek Abdul Kahar dan para pimpinan kampus se-Indonesia.
Tinggalkan Balasan