Secara konseptual, pembangunan disebut sebagai pertumbuhan perluasan perubahan, perbaikan, serta transformasi dan modernisasi (Bellu 2011). Karena itulah, seringkali dimaknai bahwa kemajuan sebuah daerah, bangsa dan negara dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi tinggi sebagaimana diwujudkan dalam bentuk gedung-gedung, pusat-pusat perbelanjaan yang mewah, transportasi yang mewah, dan sebagainya.
Pusat-pusat seperti itu merupakan surga bagi masyarakat konsumtif seperti terlihat di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Morotai.
Padahal, dalam kenyataannya pembangunan ekonomi juga merupakan suatu proses budaya, sebagaimana disebutkan oleh Michael McPherson yang dikutip Chavoshbashi, Ghadami, Broumand & Marzban (2012, 7800). Budaya yang secara etimologis, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah. Menurut Thrift dan Whatmore (2004), budaya merupakan suatu proses dinamik melibatkan masyarakat secara aktif dalam konstruksi kehidupan kelompok masyarakat tertentu.
Menurut Stephenson (2008) melihat budaya dalam tiga arti yaitu: (1) sebagai keseluruhan cara hidup masyarakat; (2) sebagai suatu cara fungsional yang menggambarkan identitas kelompok; dan (3) mengacu pada proses sosial tertentu. Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1990) adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Pelaksanaan pembangunan pariwisata Morotai semestinya dapat mengintegrasikan gagasan dan karya budaya masyarakat Morotai dalam berbagai bentuk program dan kegiatan yang dilaksanakan maka seharusnya pengelolaan program kegiatan di bidang pariwisata adalah bentuk wujud penggambaran dan identitas atau budaya masyarakat Morotai. Penetapan Morotai sebagai Kawasan strategis parwisata nasional (KSPN) oleh pemerintah pusat memberikan peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah dan masyarakat Pulau Morotai untuk menggali potensi sumber daya budaya Kabupaten Pulau Morotai yang selama ini terpotret masih terabaikan.
Tinggalkan Balasan