Kita tidak bisa menutup mata terhadap realitas-realitas itu, di mana kemiskinan yang masih dirasakan oleh kelompok masyarakat, ketidakberdayaan untuk bersuara, kegelisahan orang-orang yang mendapat Pemutusan Hubungan Kerja, orang-orang dengan kesulitan memperoleh pekerjaan, adanya tindakan penolakan dan mengasingkan orang lain dari komunitas sendiri, hak-hak kelompok masyarakat yang terabaikan, dan yang tidak kalah menariknya kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai musuh yang harus diperangi malah dilakoni.
Selain itu bullying yang terjadi di dunia pendidikan yang jika dibiarkan akan berpotensi menciptakan lingkaran kekerasan, sikap menang sendiri, dan sikap sukuisme yang jika tidak dikelolah secara baik maka bisa berdampak pada relasi sosial yang tidak sehat.
Dalam kehidupan yang modern ini, siapapun, di manapun dan kapan pun bisa saja mengalami keterasingan dalam suatu situasi ataupun kondisi. Hal ini lah yang dialami oleh Yesus serta Yusuf dan Maria. Perjalanan Yusuf serta Maria yang melahirkan Yesus di palungan ternak, hingga berada dalam pengungsian akibat gejolak yang terjadi di Yerusalem karena Raja Herodes dengan keangkuhan kekuasaannya.
Dari problem hidup jemaat dan masyarakat, maka tidak bisa tidak, sebagai umat Kristiani dituntut agar ikut serta berkontribusi terhadap perbaikan-perbaikan di berbagai aspek kehidupan manusia. Inilah yang menjadi esensi memaknai kehadiran Sang Juru Selamat dalam momentum perayaan Natal, dan bukan merayakan dalam pengertian terbatas pada sikap hedonisme semata.
Gereja yang memiliki perjalanan sejarah panjang dalam mengemban amanat yang agung dari Yesus Kristus akan terus hidup dan mengikuti dinamika perubahan kehidupan manusia dalam konteks pembangunan. Pemahaman tentang gereja dalam sebuah literatur, DJ. B. Banawiratma menyatakan “bila gereja menghayati hidup dan tugasnya sebagai “sakramen keselamatan bagi manusia” berarti, gereja dengan perkataan dan perbuatannya harus melibatkan diri pada penderitaan, pergulatan dan usaha pembebasan manusia, agar dengan demikian gereja sungguh menjadi sakramen, yakni tanda yang kelihatan dan alat yang efektif untuk pengharapan akan pembebasan sepenuhnya dan seutuhnya bagi semua orang, terutama yang kecil dan miskin”.
Tinggalkan Balasan